Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Sunday 20 February 2011

Virtual Culture and Information Society: The Idea of Information Society

Eksplanasi yang menjabarkann tentang perkembangan teknologi komunikasi dan informasi searah kecepatan yang ditempuh oleh tatanan globalisasi dapat dikatakan tidak dapat dipisahkan. Konteks itu mengusung pernyataan bahwa globalisasi telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan aktor-aktor internasional, sekaligus telah membawa perubahan ruang lingkup yang menandai eksistensi dari revolusi ranah komunikasi dan teknologi informasi. Terkait dengan pernyataan tersebut, muncul berbagai terobosan baru yang mempengaruhi aspek penting kehidupan manusia yang dimulai dari sistem yang paling kecil hingga ke arah paling massive sekalipun. Aspek tersebut berujung pada titik tolak dari hasil rasa, cipta, dan karya yang menjadi karakteristik manusia sebagai subjek dan objek dari sebuah kebudayaan. Dengan adanya perkembangan globalisasi serta ruang lingkupnya yang memiliki banyak definisi, tak ayal lagi perubahan tersebut juga memiliki kiprah utama terhadap konsep dari tatanan kebudayaan yang dimiliki oleh manusia. Manusia sebagai aktor inti, berbasis pada ketersediaan lingkup komunikasi yang menekankan bahwa mereka adalah makhluk sosial. Di samping itu, mereka juga tak bisa melepaskan diri dari kebutuhan akan ‘pesawat’ atau alat bantu untuk membentuk sebuah kebudayaan yang terus-menerus berkembang dan dikembangkan dalam ruang teknologi. Dari rentetan perubahan dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, di dalam dua dasawarsa terakhir ini, konteks internasional beserta aktor-aktor di dalamnya dihadapkan kepada perubahan spektakuler dari sebuah teknologi informasi. Begitu banyak produk hasil terobosan teknologi canggih yang setiap detik terus mengalami perubahan signifikan demi meningkatkan taraf kehidupan manusia sebagai sang aktor inti sebuah masyarakat informasi. Dalam hal ini, area-area komunikasi dan teknologi telah menjadi sebuah komunitas yang sangat besar, dimana aktor-aktor tersebut tak bisa melepaskan diri dari perkembangan teknologi yang terus-menerus diperbarui. Kebudayaan lama mulai mengalami perubahan dari berbagai sudut. Konsep komunikasi lama mulai ditinggalkan dan beralih ke paradigma baru yang disebut sebagai era virtual. Dan era ini membawa suatu ekskalasi dari sebuah masyarakat yang membawa ide terbentuknya sistem-sistem masyarakat khusus yang disebut sebagai masyarakat informasi.

Terkait dengan pernyataan di atas, uraian ini juga akan memberikan penjabaran mengenai keberadaan Virtual Culture and Information Society yang merupakan ide-ide dari terbentuknya masyarakat informasi itu sendiri. Dan untuk mempermudah pemahaman, maka uraian selanjutnya akan fokus terhadap guidence questions yang merupakan frame dari semua eksplanasi kontekstual dalam uraian ini. Pertanyaan tersebut dimulai dari: Is there information society? How virtual is it? How does globalization change the pattern of social relations and the structure of society? Ketiga pertanyaan tersebut adalah pertanyaan dasar yang akan membawa pemahaman kita ke arah bagaimana kita bisa masuk dan terlibat dalam kebudayaan virtual sekaligus masyarakat informasi searah perkembangan teknologi dan globalisasi dalam sistem internasional.

Pertanyaan pertama, is there information society? Terkait dengan hal ini, uraian yang ditulis oleh Frank Webster, The Idea of An Information Society, dalam Theories of The Information Society, memberikan jawaban atas guidence question pertama tersebut. Webster menekankan begitu banyak definisi yang menguraikan tentang makna dari masyarakat informasi yang merujuk kepada uraian dari berbagai sudut pandang dari para scholar sosial dan politik internasional. Dalam pernyataannya, Webster menerangkan bahwa keberadaan masyarakat informasi telah diterangkan di berbagai literatur dengan definisi subjektif dari berbagai ilmuwan sosial-politik tersebut. Meskipun menggunakan istilah yang sama, namun penekanan definisi mengenai keberadaan masyarakat informasi juga mengalami begitu banyak perbedaan. Mulai dari perbedaan interpretasi istilah masyarakat informasi dari sudut pandang ekonomi produksi, format baru dari interaksi sosial, proses-proses innovatif dari produksi, dan sebagainya, yang pada dasarnya fokus dari eksplanasi tersebut berusaha untuk menjawab tentang cara-cara manusia terlibat dalam masyarakat informasi dan mengapa tatanan informasi menjadi central study bahkan central problem untuk saat ini. Hal ini yang menjadi titik tolak dari jawaban atas keberadaan masyarakat informasi sekarang ini. Oleh karena itu, Webster mengambil langkah penting dan mengumpulkan semua uraian dari para ilmuwan sosial-politik tersebut menjadi kesimpulan pasti tentang eksistensi dan information society. Dan diperoleh lima definisi dari masyarakat informasi yang memberikan kriteria baru dalam memahami konsep ini, diantaranya: technology, economy, occupational, spatial, dan yang terakhir adalah cultural.

Pertama, teknologi. Dapat dikatakan bahwa teknologi merupakan aspek terpenting dari keberadaan masyarakat informasi sekarang ini. Perkembangan masyarakat tersebut sedemikian besar dipengaruhi oleh perkembangan dari teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi yang semakin global. Perkembangan teknologi merupakan konsep pusat dari semua inovasi yang ada yang muncul sejak tahun 1970-an. Teknologi-teknologi terbaru itu merupakan indikator yang bisa dilihat dan dirasakan sebagai sebuah tatanan era baru, serta merupakan sinyal dari munculnya masyarakat informasi. Era baru tersebut ditandai dengan berbagai revolusi yang merubah tatanan global. Menurut Alvin Toffler (1980), indikasi yang menyertai alasan teknologi sebagai lingkup masyarakat informasi paling penting adalah karena adanya tiga revolusi besar sebagai hasil dari perkembangan teknologi itu sendiri. Dimulai dari revolusi pertanian, kemudian revolusi industri, dan yang terakhir adalah revolusi informasi. Ketiganya muncul ke sistem masyarakat karena kiprah teknlogi dan perkembangannya yang signifikan. Kedua, ekonomi. Tak dapat dipungkiri lagi kiprah faktor ekonomi sangat penting bagi munculnya sebuah masyarakat informasi. Perkembangan teknologi tanpa didukung oleh arus perekonomian yang memadai, juga tak bisa mewujudkan konteks masyarakat informasi yang mumpuni. Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi proses dan aktivitas dalam arus informasi. Hal itu juga berlaku sebaliknya, bahwa bagian terbesar dari aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh aktor-aktor internasional, juga ditindaklanjuti dari aktivitas informasi yang mulai berkembang secara gradual dari berbagai revolusi yang ada yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam konteks ini, Marc Porat (1977) memberikan penekanan terhadap adanya informasi ekonomi primer dan sekunder yang mempengaruhi terbentuknya pasar dalam masyarakat informasi. Untuk informasi ekonomi primer, Porat menekankan keberadaan informasi tentang barang dan jasa dari produsen (negara/non-negara). Sedangkan untuk informasi ekonomi sekunder, eksplanasi Porat tertuju pada sektor-sektor birokrasi barang dan jasa dari publik atau pun privat. Dan hal ini menandakan bahwa sektor-sektor ekonomi dan perkembangan teknologi saling mempengaruhi yang pada akhirnya menjadi tatanan penting dari terbentuknya masyarakat informasi. Ketiga, okupasional. Konteks okupasional adalah definisi yang menadi favorit para ilmuwan sosial-politik dalam memahami keberadaan masyarakat informasi. Hal ini berkaitan erat dengan konsep ‘masyarakat pos-industrial’ yang diangkat oleh Daniel Bell (1973). Dia menguraikan bahwa struktur okupasional menjelaskan tentang waktu dan pola perubahan yang terjadi dalam masyarakat informasi berdasarkan cakupan dimana proses perkembangan masyarakat itu berada. Hal ini dapat dibedakan dengan cakupan perkembangan berbagai revolusi teknologi yang ada di Eropa, Jepang, dan Amerika Utara sebagai contoh nyata. Kontekstual okupasi yang dikembangkan lewat pendidikan dan pengalaman yang berubah secara gradual dan signifikan, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan masyarakat di wilayah-wilayah tersebut. Sementara itu, dalam masyarakat informasi sendiri, posisi perubahan okupasional menekankan pada kekuatan transformatif dari informasi yang lebih dari hanya sekedar pengaruh dari teknologi informasi. Keempat, spatial. Pemahaman tentang keberadaan sebuah masyarakat informasi sekarang ini tidak hanya dapat didefinisikan dari keberadaan unsur teknologi, ekonomi, dan sosial saja, tetapi juga ditinjau dari tatanan spatial (keruangan) yang tergambar sebagai sebuah inti yang ditekankan oleh para geografer dalam konteks keruangan untuk mendefinisikan masyarakat informasi. Dalam konteks ini, definisi masyarakat informasi sebagian besar ditekankan pada jaringan informasi yang terhubung dengan ranah lokasi dan konsekuensi yang ditemukan sebagai efek dari konsep waktu dan keruangan. Perlu digarisbawahi bahwa jaringan informasi juga dipusatkan pada hubungan dan korelasi dari perbedaan ruang atau tempat. Satu contoh adalah adanya perbedaan kontur masyarakat dalam ruang kantor, kota, region, bahkan negara dan dunia yang semakin luas cakupannya, namun tetap terhubung dalam perkembangan teknologi informasi yang mengindikasikan bahwa kontur masyarakat informasi juga berlaku di ruang-ruang tersebut. Dan kelima, kultur. Kita tak bisa memungkiri bahwa faktor budaya memiliki andil penting dalam perkembangan teknologi informasi. Dari uraian sebelumnya, ditekankan bahwa budaya merupakan hasil dari rasa, cipta, dan karya manusia yang digunakan sebagai landasan manusia dalam menjalani posisinya dalam masyarakat. Kebudayaan dapat dikatakan sebagai inti dari semua revolusi yang terjadi di peradaban manusia. Kebudayaan dapat membentuk suatu sistem informasi yang berbeda antara satu komunitas dengan komunitas lainnya di belahan dunia. Perkembangan budaya/kultur akhirnya juga menjadi simbol perkembangan informasi yang menghubungkan antar manusia dalam suatu sosial sistem tertentu. Mulai dari masyarakat yang spesifik hingga ke ranah global seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan globalisasi hingga menjadi tatanan masyarakat informasi global.

Memasuki pertanyaan kedua, yaitu how virtual is it? Uraian jawaban dari pertanyaan ini dapat dijelaskan dengan contoh nyata yang terjadi di dalam masyarakat informasi pada saat dan setelah revolusi informasi. Satu contoh adalah mengenai perkembangan komunikasi yang mulai mendekatkan antara satu manusia dengan manusia lainnya dari tempat yang berbeda. Mulai dari perkembangan telepon menjadi telepon cellular, munculnya internet dan berbagai jaringan sosial yang ada di dalamnya, dan masih banyak lagi layanan sosial yang pada akhirnya membawa manusia menjadi sekelompok manusia yang terikat dalam konstruksi dua dunia, yaitu dunia nyata dan maya. Dalam dua dunia tersebut, komponen virtual sangat berpengaruh. Antara masyarakat yang terhubung secara nyata (vis a vis) dan masyarakat yang terikat dan berdomisili dalam ruang maya (dengan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang terus berkembang), semakin tak dapat dipisahkan. Apalagi dengan arus globalisasi yang semakin mentransparansikan semua hal yang dulu tak dapat diakses oleh sembarang orang dan mengalami kontradiksi kondisi untuk saat ini. Dapat dikatakan bahwa dengan arus globalisasi yang sama dengan perkembangan informasi, komunikasi, dan kultural yang masuk dalam tatanan sosiologi, semakin tak dapat dipungkiri bahwa terdapat perubahan dalam kontur masyarakat kita.

Hal ini juga sekaligus menjawab pertanyaan terakhir dari guidence question yang mempertanyakan tentang How does globalization change the pattern of social relations and the structure of society? Jawabannya sangat jelas, bahwa aspek-aspek kehidupan dari lima definsi masyarakat informasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, juga mengalami perubahan secara signifikan searah arus perkembangan globalisasi yang membawa dampak luas pada perubahan sistem informasi dan komunikasi. Dari sistem penting yang berubah tersebut, pada akhirnya kontur hubungan sosial masyarakat dari masyarakat tersebut juga mengalami perubahan. Namun, dari uraian Webster ini, ada satu yang menjadi minus point. Bahwa Webster tidak mendefiniskan masyarakat informasi dari aspek politik. Hal ini penting karena masyarakat kita bukan masyarakat yang bebas dengan berbagai definisinya sendiri, melainkan masyarakat yang terakumulasi dalam sistem negara-bangsa, lembaga, dan unsur-unsur lain yang dekat korelasinya dengan konsep politik.

Referensi

Webster, Frank. 2002. “The Idea of An Information Society”, dalam Theories of The Information Society, London: Rotledge, pp. 8-26

No comments:

Post a Comment