Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Sunday 20 February 2011

Information Society and The Rise of Prosumer

Pada ranah kebangkitan masyarakat informasi di dunia hubungan internasional, kajian krusial yang tidak dapat dilepaskan pengaruhnya adalah pada sistem ekonomi. Sistem utama yang menegaskan tentang adanya dua faktor inti, yaitu produsen dan konsumen dan hasil produksi, juga mengalami fase dan perkembangan sesuai dinamika di dalamnya. Sementara itu, tulisan ini akan menguraikan begitu banyak ulasan mengenai satu konsep baru, gabungan antara pembuat barang produksi (produser) dan pemakainya (konsumer), yaitu prosumer, disertain dengan kebangkitannya di era masyarakat informasi.

Pola perkembangan aktor prosumer dapat ditinjau dari satu kasus yang terjadi di Eropa sekitar tahun 1970-an, dengan munculnya produk atau alat tes kehamilan yang menyerbu pasar farmasi di negara-negara tersebut. Pola yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dimana dokter khusus yang akan melakukan tes kehamilan dengan cara medis, namun, pada tahun-tahun tersebut, kegiatan itu sudah bisa dilakukan oleh konsumer dari tes kehamilan tersebut. Dalam perkembangannya, bukan hanya alat tes kehamilan itu saja yang diproduksi untuk masyarakat umum, namun mulai berkembang ke arah alat-alat medis lain yang pemakaiannya di area rumah tangga. Sama seperti alat tes kehamilan tadi, sebelumnya alat-alat medis seperti irigator hidung, pembersih telinga, dan lain-lain, semuanya hanya dikhususkan untuk dokter atau pihak-pihak yang memiliki kewenangan tertentu dalam sektor medis, akan tetapi dalam perkembangannya, sektor tesebut akhirnya dikonsumsi oleh masyarakat yang bukan dari golongan medis. Kasus-kasus ini adalah awal dari kebangkitan prosumer seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan ini. Uraian di atas menjelaskan tentang pergeseran dari pola konsumsi masyarakat yang mulai menegaskan tentang penanganan problematika sendiri (swadaya). Pendapat yang muncul yang mengiringi penegasan itu adalah ‘daripada membayar orang lain untuk melakukan penanganan, akan lebih baik melakukan sendiri dengan alat-alat yang sudah ada di pasara’. Dan untuk menjelaskannya secara rinci, uraian-uraian Alvin Toffler bisa menjadi panduan untuk memahaminya secara lebih detail.

Menyikapi kondisi ini, Toffler mulai menguraikan penjelasannya secara historis. Dimulai dari munculnya fase-fase revolusi masyarakat ekonomi dari beberapa peradaban sebelumnya hingga era masyarakat informasi, diantaranya revolusi agraria, revolusi industri, dan revolusi prosumen. Dalam menguraikan secara keseluruhan, Toffler juga menjelaskan tentang tiga gelombang utama yang menengarai tentang perkembangan dan kebangkitan prosumer. Dimulai dari gelombang pertama, gelombang ini ditandai dengan adanya kegiatan yang melibatkan masyarakat yang mengkonsumsi apa yang mereka produksi sendiri. Mereka bukan profesor atau konsumen dalam pengertian sebenarnya, tapi mereka cenderung ke arah aktor prosumer dengan konsep lama di era tersebut. Dinamika berikutnya mengarah ke gelombang kedua, dengan pecahnya revolusi industri menggantikan revolusi agraria. Revolusi ini melahirkan dua aktor ekonomi dan memisahkannya kinerjanya menjadi produsen dan konsumen. Dan kondisi ini sekaligus mengakibatkan penyebaran pusat pasaran atau pertukaran jaringan kerja. Di dalam gelombang kedua ini, gambaran transisi dari agrikultur ke industri terlihat jelas. Gambaran tersebut menjelaskan tentang suatu masyarakat agrikultur (produksi untuk pemakaian), yang menjelaskan tentang adanya para prosumen, menuju ke arah masyarakat industri yang didaarkan pada produksi untuk pertukaran.

Selain itu, untuk lebih memahami konsep pergelombangan tersebut, secara jelas Toffler menguraikan tentang adanya dua sektor yang memiliki andil dari fase kebangkitan prosumer. Sektor tersebut dimulai dari sektor A yang menjelaskan tentang adanya pekerjaan yang tidak dibayar dan melakukan pekerjaan tersebut untuk kebutuhan personal. Kemudian terdapat pula sektor B, yang menjelaskan tentang semua produksi barang atau jasa untuk dijual atau dipertukarkan melalui pasaran. Dan apabila dihubungkan dengan munculnya gelombang ekonomi tadi, maka dapat dikatakan bahwa pada gelombang pertama terdapat sektor A. Hal ini didasarkan pada produksi untuk pemakaian adalah besar sekali, sedangkan sektor B masih minimal. Kebalikannya terdapat pada gelombang B, yang menyatakan bahwa produksi barang dan jasa untuk pasaran semakin menjamur dengan luas, sehingga memisahkan bentuk pekerjaan atau produksi yang tidak dimaksudkan untuk pasaran, dan prosumen menjadi tidak nampak. Dalam gelombang kedua ini juga terlihat jelas bahwa muncul fakta tentang produktivitas setiap sektor sangat banyak tergantung pada sektor lain.

Dari uraian di atas, dapat dilihat jelas bahwa di era sebelum agraria dan saat agraria itu sendiri, pola prosumen sudah berlaku. Dan hal itu berubah ke dalam pembagian pola produksi dan konsumsi saat transisi era revolusi agraria ke revolusi industri. Namun, dalam dinamika berikutnya di dalam sistem internasional, pola prosumen mulai muncul kemabli dengan kehadiran kemajuan teknologi yang ada dalam masyarakat informasi. Revolusi tersebut mulai berkembang lagi ke arah revolusi prosumen dengan precusor ada pada kemajuan teknologi informasi. Seperti apa yang telah dicontohkan sebelumnya pada kasus tes kehamilan, dari kemajuan tekonologi dan informasi yang cukup signifikan, akhirnya pola konsumsi masyarakat pun berubah. Pola konsumsi di era industri mulai membawa masyarakat ke arah swadaya dan pola swa-semabada, yang cenderung mengarah ke sisi mandiri. Dan kondisi ini ditandai dengan pengaburan progresif antara produsen dan konsumen di sektor ekonomi.

Contoh lain yang dapat ditelusuri adalah pada kondisi yang terjadi di AS, yaitu pada American Telephone and Telegraph Company (ATT) TAHUN 1956. Kondisi ini menggambarkan tentang adanya ledakan tuntutan komunikasi oleh masyarakat AS yang pada akhirnya membuat ATT memperkenalkan teknologi elektronika yang memungkinkan para penelpon untuk memutar langsung nomor-nomor sambungannya sendiri. Dengan menekan tombol nomor-nomor yang diperlukan, konsumen mengambil alih suatu tugas yang sebelumnya dilakukan oleh operator untuknya. Dapat dikatakan bahwa pola prosumer telah mulai dijalankan seiring perkembangan teknologi informasi. Contoh kasus lain, yang dapat dilihat secara jelas dalam masyarakat Barat, AS dan Eropa, adalah pada pelayanan personal (self-service) di pompa-pompa bensin yang ada di negara-negara tersebut. Dan konsep swalayan tersebut mulai mengarah ke perbankan di sektor ekonomi, dengan munculnya Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan Mobile Banking.

Dari gambaran mengenai kebangkitan prosumer ini, akhirnya muncul beberapa alasan mengapa kondisi ini bisa terjadi. Alasan pertama yang bisa diuraikan pasti ada katannya dengan kemajuan teknologi dan informasi yang semakin menyebar luas. Kemudian munculnya aksi-aksi untuk mempotensialkan kinerja manusia atau konsumen secara personal dengan menggeserkan pelayanan barang dan jasa ke arah swasembada. Dalam ranah ini akhirnya muncul Hukum Ketidakefisienan Relatif yang disertai dengan beberapa inflasi yang terjadi di sektor ekonomi suatu negara. Alasan lain yang lebih bisa menegaskan tentang pergeseran masyarakat konsumen ke arah swasemabada adalah pada sektor Sumber Daya Manusia, dimana beberapa perusahaan produksi barang dan jasa mengalami kesulitan dalam mendapatkan jasa tenaga profesional. Selain itu dari segi individual, prosumer juga memberikan rentang waktu yang cukup singkat (tanpa harus antre, tanpa konsultasi, dsb.) sehingga memberikan waktu senggang lebih banyak untuk melakukan pekerjaan lain. Dengan kata lain pola prosumer memberikan efisiensi waktu dan kinerja. Namun, meski pola prosumer semakin mewabah dan menyebar luas, eksistensi pasar akan tetap ada. Ditambah lagi bahwa Hukum Ketidakefisenan Relatif tidak berlaku secara universal. Hal itu juga ditengarai dengan adanya perbedaan ekonomi antara negara maju, negara berkembang, dan negara miskin dilihat dari sektor ekonomi.

Referensi.

Toffler, Alvin. 1989. “Kebangkitan Prosumer”, dalam Gelombang Ketiga: Bagian Kedua, terj., Jakarta: PT. Pantja Simpati, pp. 157-188

No comments:

Post a Comment