Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Tuesday 15 December 2009

Strategi dan Faktor Marketing Bisnis Internasional

Untuk menjalankan sebuah bisnis yang berhasil, sebuah strategi pemasaran yang efekitf harus diaplikasikan dengan mengkonsiderasikan segala faktor internal perusahaan yang bersangkutan dan faktor eksternal, seperti preferensi konsumen, aspek budaya, aspek hukum, serta tingkat persaingan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Marketing sendiri dapat diartikan sebagai sebuah proses perencanaan dan pengaplikasian akan pengkonsepsian, promosi, pemberian harga serta distribusi ide, barang dan jasa untuk mencapai tujuan individual dan perusahaan secara keseluruhan lewat proses jual beli yang sukses. Oleh karena itu, ketika mendesain sebuah strategi marketing, ada empat hal yang harus dipikirkan, yaitu mengenai manajemen operasional perusahaan, keuangan perusahaan, tata akuntansinya, dan manajemen sumber daya manusia yang handal untuk dapat lebih tepat menarget konsumen dalam jumlah yang banyak. Tetapi mengingat bahwa terkadang perusahaan melakukan transaksi penjualan produk-produknya hingga melintasi batas negara asalnya hingga negara-negara lainnya, strategi marketing yang diadopsi tentunya harus berbeda dengan yang diterapkan untuk pasar domestiknya. Perbedaaan kultur, kesejahteraan ekonomi, dan regulasi pemerintah setempat membuat perusahaan harus pandai membuat strategi marketing yang dapat menguntungkannya.

Di dalam strategi marketing sendiri, terdapat sejumlah orientasi yang berbeda seperti marketing orientation dimana perusahaan pada dasarnya memfokuskan pada produksi barangnya dengan mementingkan efisiensi dan kualitasnya; sales orientation dimana perusahaan berusaha untuk menjual produknya yang laku di pasaran domestik ke pasaran global dengan asumsi bahwa konsumen berkarakteristik mirip atau sama; customer orientation dimana perusahaan memfokuskan pada lokasi pasar yang ingin dimasukinya karena jumlah penduduk yang banyak, potensi pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan kedekatan lokasi itu dengan negara asal perusahaan; strategic market orientation dimana perusahaan dimana perusahaan menyesuaikan produknya dengan karakteristik budaya dan peraturan pemerintah; dan societal marketing orientation dimana perusahaan juga memikirkan efek-efek yang akan dialami oleh semua stakeholders dari aktivitas bisnisnya. Kemudian, untuk mengukur tingkat berhasil atau tidaknya penjualan yang dilakukan, sebuah perusahaan dapat melakukan gap analysis yang merupakan metode untuk memperkirakan potensi penjualan perusahaan itu dengan cara mengidentifikasi segmen pasar yang tidak dilayaninya dengan cukup luas. Nantinya yang akan berusaha untuk diidentifikasi dari segmen pasar ini adalah kelemahan dalam hal jumlah produk perusahaan yang dijual, variasi produk, pola distribusi, dan daya saing harganya.

Ketika sebuah perusahaan internasional telah memutuskan untuk memasuki pasar di luar negeri, hal pertama yang harus dilakukan adalah memikirkan mengenai cara pengembangan produknya. Secara umum, perusahaan dapat memilih dari tiga strategi pengembangan produk berdasarkan pendekatan etnosentris, yaitu pengaplikasian strategi marketing yang sama seperti di negara asal perusahaan itu, pendekatan polisentris yang didasarkan pada kebutuhan spesisifik tiap pasar yang dimasukinya, dan pendekatan geosentris dimana perusahaan terlebih dahulu menganalisa kebutuhan pelanggan seluruh dunia dan kemudian mengadopsi strategi marketing untuk semua pasar dimana ia beroperasi. Namun terlepas dari pendekatan yang akan diadopsi oleh suatu perusahaan, kebijakan produk perlu diputuskan dengan cermat mengingat nantinya kebijakan yang berbeda akan memberi hasil yang berbeda. Perusahaan yang memilih untuk memutuskan membuat produknya berdasarkan faktor teknis (technical customization) maka akan melihat pada hal-hal unik dan ‑­berbeda pada setiap pasar dimana ia beroperasi. Sebagai contoh, perusahaan otomotif Jepang, Toyota, meng-customize mobilnya dengan mendesain stir-nya dikanan untuk pasar Inggris, Australia, dan Afrika Selatan, dan stir di kiri untuk pasar Amerika Serikat dan Kanada. Sebaliknya, bisa pula, sebuah perusahaan memutuskan untuk menstandarisasi produknya seperti Unilever yang membuat bentuk package es krim Cornetto-nya sama di seluruh Eropa. Selain pemilihan antara standarisasi dan customization, kebijakan pengembangan produk harus mengkonsiderasikan pula faktor hukum yang berlaku di suatu negara –seperti dalam bidang kesehatan makanan- , aspek budaya seperti preferensi rasa untuk makanan tertentu, dan faktor ekonomi seperti tingkat pendapatan perkapita penduduk serta bahkan infrastruktur di negara itu.

Selain kebijakan pengembangan produk, hal lain yang harus ditentukan dalam marketing produk perusahaan internasional adalah penetapan harga. Secara umum, harga dapat ditetapkan dengan sistem standard price policy dimana harga sebuah produk sama baik di pasar domestik maupun internasional, two-tiered pricing dimana perusahaan menetapkan satu harga untuk pasar domestik dan satu harga seragam untuk pasar internasionalnya secara keseluruhan, dan market pricing policy dimana harga satu produk sengaja dibedakan per lokasi pasarnya untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan. Tak ketinggalan, kebijakan promosi pun tak talah pentingnya dalam upaya pencapaian keuntungan bagi perusahaan yang beroperasi dalam skala internasional. Tetapi ketika hendak membuat promosi –dalam bentuk iklan- pihak perusahaan yang bersangkutan perlu berhati-hati dalam memformulasikan pesan-pesan yang ingin disampaikan pada calon pelanggan agar tepat sasaran dan dapat diterima, berpikir strategis dalam memilih media promosi -baik televisi, radio, media cetak dan internet- yang akan dipilih agar dapat diketahui secara massif oleh masyarakat, dan sejauh mana ia ingin mengglobalkan produknya, apakah ingin seluruh masyarakat di dunia ingin melihat promosi yang sama atau promosi yang berbeda tergantung wilayah mereka tinggal.

Bahkan faktor bahasa juga harus dipikirkan oleh perusahaan karena penerjemahan yang tepat dari produk dan motto produk tersebut juga menentukan tanggapan serta keinginan calon pelanggan untuk membeli produk itu. Variabel negara asal pun juga berperan dalam laris atau tidaknya suatu produk karena tak jarang orang membeli suatu barang buatan perusahaan tertentu karena berpikir bahwa kualitas produk tersebut yang dibuat di luar negeri lebih baik dari produk yang sama dari dalam negerinya. Selain itu pula, taktik promosi seperti secara personal –dalam kasus Amway dan Avon yang mengedepankan hubungan langsung antara perwakilan pihak perusahaan dengan calon pembeli- atau dengan cara sales promotion dimana perusahaan ikut serta dalam pameran, melakukan iklan lewat pos, pemberian sample di awal peluncuran produk, dll.

Perlu diingat pula bahwa penetapan harga secara internasional tidak jarang menjadi hal yang sulit. Penetapan harga sendiri dipengaruihi oleh tingkat intervensi pemerintah seperti dalam bidang penentuan harga minimum dan maksimum dan peraturan akan persaingan bisnis. Selain itu, harga juga dapat dipengaruhi oleh keberagaman pasar dan preferensi cara pembayaran diantara masyarakt suatu negara, biaya ekspor karena transportasi dan bea masuk, berubahnya nilai mata uang, perbedaan antara harga asli dari perusahaan dengan harga sebenarnya yang di pasaran, dan hubungan yang terjalin antara eksportir (perusahaan asal) dengan supplier produk perusahaan tersebut di negara tujuan ekspor.

Hal lain yang perlu dicermati dengan baik dalam operasi perusahaan dalam skala internasional adalah mengenai distribusi produknya jika memang telah memutuskan untuk mengekspor daripada investasi langsung. Pilihan distribusi dapat menggunakan truk, kereta ‑­api, pesawat udara, kapal laut, maupun lewat internet. Tetapi tentunya harus dipikirkan juga mengenai harga yang harus ditanggung karena sebagai contohnya akan sangat mahal jika distribusi barang dijalankan menggunakan jasa maskapai pesawat terbang dan begitu pula dengan distribusi melalui internet, hanya sejumlah sedikit produk tertentu yang dapat disalurkan –seperti buku elektronik, lagu-lagu, film, dll- dan itu pun tidak semua jenis produk ini dapat diakomodir karena perbedaan spesifikasi teknis. Tetapi dalam hal pemilihan distributor di luar negeri, harus dipikirkan pula mengenai beberapa hal inherent dalam distributor tersebut, seperti kemampuan keuangannya dan luasnya koneksinya yang ia punya. Lebih jauh lagi, komitmen distributor yang bersangkutan dengan kerjasama yang terjalin dan kejujuran bertransaksinya, serta status terkini akan pekerja, fasilitas, dan peralatan distribusi yang dimilikinya juga berpengaruh dalam kelancaran distribusi.

Sebaliknya, dalam beberapa kesempatan sebuah perusahaan dapat juga untuk memilih meng-handle distribusinya sendiri. Hal ini-lah yang disebut sebagai intenal handling dan sebenarnya hanya dapat dilakukan dalam situasi serta kondisi tertentu. Perusahaan dapat melakukan intenal handling ketika memang volume penjualan barang-barangnya sedang tinggi dan oleh karena itu untuk memastika bahwa segala aktivitas distribusi tidak terhambat, maka perusahaan itu dapat mengatur secara langsung cara distribusinya. Selain itu, dengan karakteristik produk yang harganya mahal, berteknologi tinggi dan kompleksnya jasa pasca-pembelian (after-sales service), maka produser memang harus memastikan bahwa jika sewaktu-waktu pelanggan memerlukan bantuan terkait produk ini, pelanggan mampu mendapatkan pelayan tersebut dengan mudah. Kemudian, internal handling juga penting dilaksanakan jika memang sebuah perusahaan melihat bahwa keuntungan kompetitifnya berasal dari metode distribusinya yang unik seperti, door-to-door atau house-to-house yang dilakukan oleh Avon dan Tupperware.

Masih berhubungan dengan distribusi, sering kali perusahaan akan harus menanggung biaya-biaya tambahan yang muncul tak terduga. Dalam hal ini perbedaan sistem distribusi nasional pun berpengaruh pada biaya yang harus dikeluarkan oleh produser untuk membawa produknya ke tangan konsumen. Ini lalu masih ditambah oleh berbagai faktor tambahan lainnya seperti kondisi infrastruktur yang terkadang tidak memadai, jumlah tingktan distribusi yang harus dilewati (seperti wholesaler dan retailer) , inefisiensi retail akibat pola pelayanan penjualan yang rumit (seperti di negara berkembang dimana pelanggan harus melewati dua tahapan sebelum mendapatkan barang yang dibelinya, yaitu pertama ia harus membayar barangnya di kasir dan mengambil barang tersebut di tempat khusus pengambilan barang), pembatasan jadwal buka toko atau tempat penjualan serta pembatasan bagi wholesaler (seperti Carrefour, Wal-Mart, dan big box store lain) untuk menghindari kerugian di pihak usaha kecil, dan terakhir, tingginya frekuensi pengantaran barang dari wholesaler ke retailer kecil ketika retailer itu mengalami kehabisan stock barang.

Tulisan ini adalah review dari artikel:

·

No comments:

Post a Comment