Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Tuesday 15 December 2009

Strategi dan Faktor Marketing Bisnis Internasional

Untuk menjalankan sebuah bisnis yang berhasil, sebuah strategi pemasaran yang efekitf harus diaplikasikan dengan mengkonsiderasikan segala faktor internal perusahaan yang bersangkutan dan faktor eksternal, seperti preferensi konsumen, aspek budaya, aspek hukum, serta tingkat persaingan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Marketing sendiri dapat diartikan sebagai sebuah proses perencanaan dan pengaplikasian akan pengkonsepsian, promosi, pemberian harga serta distribusi ide, barang dan jasa untuk mencapai tujuan individual dan perusahaan secara keseluruhan lewat proses jual beli yang sukses. Oleh karena itu, ketika mendesain sebuah strategi marketing, ada empat hal yang harus dipikirkan, yaitu mengenai manajemen operasional perusahaan, keuangan perusahaan, tata akuntansinya, dan manajemen sumber daya manusia yang handal untuk dapat lebih tepat menarget konsumen dalam jumlah yang banyak. Tetapi mengingat bahwa terkadang perusahaan melakukan transaksi penjualan produk-produknya hingga melintasi batas negara asalnya hingga negara-negara lainnya, strategi marketing yang diadopsi tentunya harus berbeda dengan yang diterapkan untuk pasar domestiknya. Perbedaaan kultur, kesejahteraan ekonomi, dan regulasi pemerintah setempat membuat perusahaan harus pandai membuat strategi marketing yang dapat menguntungkannya.

Di dalam strategi marketing sendiri, terdapat sejumlah orientasi yang berbeda seperti marketing orientation dimana perusahaan pada dasarnya memfokuskan pada produksi barangnya dengan mementingkan efisiensi dan kualitasnya; sales orientation dimana perusahaan berusaha untuk menjual produknya yang laku di pasaran domestik ke pasaran global dengan asumsi bahwa konsumen berkarakteristik mirip atau sama; customer orientation dimana perusahaan memfokuskan pada lokasi pasar yang ingin dimasukinya karena jumlah penduduk yang banyak, potensi pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan kedekatan lokasi itu dengan negara asal perusahaan; strategic market orientation dimana perusahaan dimana perusahaan menyesuaikan produknya dengan karakteristik budaya dan peraturan pemerintah; dan societal marketing orientation dimana perusahaan juga memikirkan efek-efek yang akan dialami oleh semua stakeholders dari aktivitas bisnisnya. Kemudian, untuk mengukur tingkat berhasil atau tidaknya penjualan yang dilakukan, sebuah perusahaan dapat melakukan gap analysis yang merupakan metode untuk memperkirakan potensi penjualan perusahaan itu dengan cara mengidentifikasi segmen pasar yang tidak dilayaninya dengan cukup luas. Nantinya yang akan berusaha untuk diidentifikasi dari segmen pasar ini adalah kelemahan dalam hal jumlah produk perusahaan yang dijual, variasi produk, pola distribusi, dan daya saing harganya.

Ketika sebuah perusahaan internasional telah memutuskan untuk memasuki pasar di luar negeri, hal pertama yang harus dilakukan adalah memikirkan mengenai cara pengembangan produknya. Secara umum, perusahaan dapat memilih dari tiga strategi pengembangan produk berdasarkan pendekatan etnosentris, yaitu pengaplikasian strategi marketing yang sama seperti di negara asal perusahaan itu, pendekatan polisentris yang didasarkan pada kebutuhan spesisifik tiap pasar yang dimasukinya, dan pendekatan geosentris dimana perusahaan terlebih dahulu menganalisa kebutuhan pelanggan seluruh dunia dan kemudian mengadopsi strategi marketing untuk semua pasar dimana ia beroperasi. Namun terlepas dari pendekatan yang akan diadopsi oleh suatu perusahaan, kebijakan produk perlu diputuskan dengan cermat mengingat nantinya kebijakan yang berbeda akan memberi hasil yang berbeda. Perusahaan yang memilih untuk memutuskan membuat produknya berdasarkan faktor teknis (technical customization) maka akan melihat pada hal-hal unik dan ‑­berbeda pada setiap pasar dimana ia beroperasi. Sebagai contoh, perusahaan otomotif Jepang, Toyota, meng-customize mobilnya dengan mendesain stir-nya dikanan untuk pasar Inggris, Australia, dan Afrika Selatan, dan stir di kiri untuk pasar Amerika Serikat dan Kanada. Sebaliknya, bisa pula, sebuah perusahaan memutuskan untuk menstandarisasi produknya seperti Unilever yang membuat bentuk package es krim Cornetto-nya sama di seluruh Eropa. Selain pemilihan antara standarisasi dan customization, kebijakan pengembangan produk harus mengkonsiderasikan pula faktor hukum yang berlaku di suatu negara –seperti dalam bidang kesehatan makanan- , aspek budaya seperti preferensi rasa untuk makanan tertentu, dan faktor ekonomi seperti tingkat pendapatan perkapita penduduk serta bahkan infrastruktur di negara itu.

Selain kebijakan pengembangan produk, hal lain yang harus ditentukan dalam marketing produk perusahaan internasional adalah penetapan harga. Secara umum, harga dapat ditetapkan dengan sistem standard price policy dimana harga sebuah produk sama baik di pasar domestik maupun internasional, two-tiered pricing dimana perusahaan menetapkan satu harga untuk pasar domestik dan satu harga seragam untuk pasar internasionalnya secara keseluruhan, dan market pricing policy dimana harga satu produk sengaja dibedakan per lokasi pasarnya untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan. Tak ketinggalan, kebijakan promosi pun tak talah pentingnya dalam upaya pencapaian keuntungan bagi perusahaan yang beroperasi dalam skala internasional. Tetapi ketika hendak membuat promosi –dalam bentuk iklan- pihak perusahaan yang bersangkutan perlu berhati-hati dalam memformulasikan pesan-pesan yang ingin disampaikan pada calon pelanggan agar tepat sasaran dan dapat diterima, berpikir strategis dalam memilih media promosi -baik televisi, radio, media cetak dan internet- yang akan dipilih agar dapat diketahui secara massif oleh masyarakat, dan sejauh mana ia ingin mengglobalkan produknya, apakah ingin seluruh masyarakat di dunia ingin melihat promosi yang sama atau promosi yang berbeda tergantung wilayah mereka tinggal.

Bahkan faktor bahasa juga harus dipikirkan oleh perusahaan karena penerjemahan yang tepat dari produk dan motto produk tersebut juga menentukan tanggapan serta keinginan calon pelanggan untuk membeli produk itu. Variabel negara asal pun juga berperan dalam laris atau tidaknya suatu produk karena tak jarang orang membeli suatu barang buatan perusahaan tertentu karena berpikir bahwa kualitas produk tersebut yang dibuat di luar negeri lebih baik dari produk yang sama dari dalam negerinya. Selain itu pula, taktik promosi seperti secara personal –dalam kasus Amway dan Avon yang mengedepankan hubungan langsung antara perwakilan pihak perusahaan dengan calon pembeli- atau dengan cara sales promotion dimana perusahaan ikut serta dalam pameran, melakukan iklan lewat pos, pemberian sample di awal peluncuran produk, dll.

Perlu diingat pula bahwa penetapan harga secara internasional tidak jarang menjadi hal yang sulit. Penetapan harga sendiri dipengaruihi oleh tingkat intervensi pemerintah seperti dalam bidang penentuan harga minimum dan maksimum dan peraturan akan persaingan bisnis. Selain itu, harga juga dapat dipengaruhi oleh keberagaman pasar dan preferensi cara pembayaran diantara masyarakt suatu negara, biaya ekspor karena transportasi dan bea masuk, berubahnya nilai mata uang, perbedaan antara harga asli dari perusahaan dengan harga sebenarnya yang di pasaran, dan hubungan yang terjalin antara eksportir (perusahaan asal) dengan supplier produk perusahaan tersebut di negara tujuan ekspor.

Hal lain yang perlu dicermati dengan baik dalam operasi perusahaan dalam skala internasional adalah mengenai distribusi produknya jika memang telah memutuskan untuk mengekspor daripada investasi langsung. Pilihan distribusi dapat menggunakan truk, kereta ‑­api, pesawat udara, kapal laut, maupun lewat internet. Tetapi tentunya harus dipikirkan juga mengenai harga yang harus ditanggung karena sebagai contohnya akan sangat mahal jika distribusi barang dijalankan menggunakan jasa maskapai pesawat terbang dan begitu pula dengan distribusi melalui internet, hanya sejumlah sedikit produk tertentu yang dapat disalurkan –seperti buku elektronik, lagu-lagu, film, dll- dan itu pun tidak semua jenis produk ini dapat diakomodir karena perbedaan spesifikasi teknis. Tetapi dalam hal pemilihan distributor di luar negeri, harus dipikirkan pula mengenai beberapa hal inherent dalam distributor tersebut, seperti kemampuan keuangannya dan luasnya koneksinya yang ia punya. Lebih jauh lagi, komitmen distributor yang bersangkutan dengan kerjasama yang terjalin dan kejujuran bertransaksinya, serta status terkini akan pekerja, fasilitas, dan peralatan distribusi yang dimilikinya juga berpengaruh dalam kelancaran distribusi.

Sebaliknya, dalam beberapa kesempatan sebuah perusahaan dapat juga untuk memilih meng-handle distribusinya sendiri. Hal ini-lah yang disebut sebagai intenal handling dan sebenarnya hanya dapat dilakukan dalam situasi serta kondisi tertentu. Perusahaan dapat melakukan intenal handling ketika memang volume penjualan barang-barangnya sedang tinggi dan oleh karena itu untuk memastika bahwa segala aktivitas distribusi tidak terhambat, maka perusahaan itu dapat mengatur secara langsung cara distribusinya. Selain itu, dengan karakteristik produk yang harganya mahal, berteknologi tinggi dan kompleksnya jasa pasca-pembelian (after-sales service), maka produser memang harus memastikan bahwa jika sewaktu-waktu pelanggan memerlukan bantuan terkait produk ini, pelanggan mampu mendapatkan pelayan tersebut dengan mudah. Kemudian, internal handling juga penting dilaksanakan jika memang sebuah perusahaan melihat bahwa keuntungan kompetitifnya berasal dari metode distribusinya yang unik seperti, door-to-door atau house-to-house yang dilakukan oleh Avon dan Tupperware.

Masih berhubungan dengan distribusi, sering kali perusahaan akan harus menanggung biaya-biaya tambahan yang muncul tak terduga. Dalam hal ini perbedaan sistem distribusi nasional pun berpengaruh pada biaya yang harus dikeluarkan oleh produser untuk membawa produknya ke tangan konsumen. Ini lalu masih ditambah oleh berbagai faktor tambahan lainnya seperti kondisi infrastruktur yang terkadang tidak memadai, jumlah tingktan distribusi yang harus dilewati (seperti wholesaler dan retailer) , inefisiensi retail akibat pola pelayanan penjualan yang rumit (seperti di negara berkembang dimana pelanggan harus melewati dua tahapan sebelum mendapatkan barang yang dibelinya, yaitu pertama ia harus membayar barangnya di kasir dan mengambil barang tersebut di tempat khusus pengambilan barang), pembatasan jadwal buka toko atau tempat penjualan serta pembatasan bagi wholesaler (seperti Carrefour, Wal-Mart, dan big box store lain) untuk menghindari kerugian di pihak usaha kecil, dan terakhir, tingginya frekuensi pengantaran barang dari wholesaler ke retailer kecil ketika retailer itu mengalami kehabisan stock barang.

Tulisan ini adalah review dari artikel:

·

IDENTIFIKASI KASUS TERHADAP PRODUK BLACKBERRY DI PASAR TELEKOMUNIKASI NASIONAL

Pasar telekomunikasi nasional yang berkecimpung dalam regulasi pemasaran produk telepon selular (ponsel), beberapa tahun terakhir ini dikejutkan dengan merebaknya produk ponsel baru dengan fitur-fitur canggih yang mengkombinasikan perkembangan industri internet dan komunikasi yang super cepat. Produk ponsel canggih yang kemudian disebut sebagai smartphone berfungsi memenuhi kebutuhan akan pentingnya internet yang semakin meningkat dari hari ke hari bagi masyarakat. Jika pada awalnya fasilitas internet hanya bisa diakses melalui perangkat elektronik khusus seperti Personal Computer (PC) atau pun notebook (laptop), kini mulai bisa diakses dengan menggunakan perangkat yang lebih kecil dan portable. Bukan hanya itu, situs-situs komunikasi khusus seperti Yahoo Massenger, e-buddy, Facebook, MSN, dan sebagainya yang ditawarkan sebagai fasilitas penggunaan internet, kini bisa diakses lebih mudah, lebih cepat, dan dengan fitur yang lebih canggih langsung dari smartphone tersebut. Benar sekali, smartphone Blackberry telah memberikan dampak yang luar biasa terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi nasional.

Blackberry merupakan smartphone yang terpadu dengan perangkat lunak yang memungkinkan akses ke berbagai macam data dan layanan komunikasi. Smartphone Blackberry juga menyediakan akses nirkabel yang tiada bandingannya ke email, data perusahaan, telepon, pesan instan, Internet dan informasi organizer. Selain itu, dengan adanya tipe yang berbeda dari produk ini telah memberikan kemampuan multimedia dan memori yang dapat dikembangkan dengan software smartphone BlcakBerry. Tipe-tipe yang telah dipasarkan antara lain: Blackberry® Storm™ smartphone, Blackberry® Bold™ smartphone, Blackberry® Curve™ Seri 8300, Blackberry® Pearl™ Flip Seri 8200, Blackberry® Seri 8800 dan Blackberry® Pearl™ Seri 8100. Fitur kamera sudah termasuk dalam smartphone Blackberry Storm, Blackberry Bold, Blackberry Pearl dan Blackberry Curve. Dalam produk-produk tersebut, diklasifikasikan menjadi beberapa jenis Blackberry yang telah disebutkan diatas juga berpengaruh terhadap harga penjualan di pasaran karena klasifikasi tipe-tipe tersebut mempengaruhi kualitas teknologi yang ada di dalamnya, semakin mahal produk tersebut maka semakin canggih pula software, fitur dan support system, bahkan teknologi touchscreen. Fitur-fitur dan aplikasi di dalam Blackberry ditujukan khusus bagi pengguna Blackberry dan hanya bisa didapatkan di counter-counter resmi Blackberry, hal ini menjadikan Blackberry menawarkan bentuk jasa pelayanan aplikasi Blackberry. RIM sebagai perusahaan pengembang dari Blackberry tidak hanya memproduksi sebuah smartphone sebagai produknya tetapi lebih jauh lagi juga memproduksi software bagi keperluan Blackberry sendiri. Software tersebut merupakan aspek utama dari inovasi teknologi software yang terpasang pada produk smartphone Blackberry. Software yang dikembangkan tersebut memiliki kegunaan untuk memudahkan aspek mobilitas komunikasi pengguna Blackberry untuk diintegrasikan dengan sistem networking yang menggunakan software Blackberry sebagai salah satu akses layanannya yakni Software Desktop Blackberry® yang memungkinkan untuk mengelola bagaimana email, informasi organizer, berkas media dan lainnya tersinkron dengan, atau tersedia pada, smartphone Blackberry. Dari software tersebut, Blackberry menyediakan tiga jenis layanan, yakni, Blackberry Enterprise Server (BES), mengintegrasikan smartphone Blackberry dengan sistem enterprise yang ada saat ini, menyampaikan dengan aman komunikasi nirkabel dan data perusahaan ke pengguna seluler; Blackberry Professional Software, solusi komunikasi nirkabel dan kolaborasi untuk usaha kecil dan menengah. Memberikan fitur yang diperlukan karyawan perusahaan tersebut, dalam sebuah paket yang mudah disiapkan dan berharga terjangkau; Blackberry Internet Service (BIS), memberi akses nirkabel mudah bagi individu dan usaha kecil untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi tanpa membutuhkan software server atau dukungan TI. Inovasi BIS, menjadi produk yang sesuai dengan kebutuhan pengguna Blackberry di Indonesia, maka dari itu BIS merupakan layanan yang men-siknkronkan dengan provider lokal di Indonesia seperti Telkomsel, Axis, Indosat dsb. Guna memudahkan layanan akses Blackberry ini.

Kebutuhan, keinginan, serta kebiasaan konsumen menjadi salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh Blackberry untuk mengembangkan inovasi produknya. Ketika pertama kali muncul di Kanada, masyarakat disana lebih terbiasa dengan pengiriman pesan melalui email dibandingkan sms, maka fitur produk Blackberry yang ditawarkan disana menggunakan push dan pull mail sehingga setiap email yang masuk dapat diakses dengan lebih cepat dan mudah. Untuk memuaskan konsumennya, RIM tidak segan-segan menanamkan investasi sebesar mungkin di bidang penelitian dan pengembangan (research and development – R&D) agar produk yang dihasilkan memiliki inovasi yang berbeda dari produk perusahaan lainnya. Tidak tanggung-tanggung, Pengeluaran R&D-nya di tahun 2008, mencapai nyaris 110%, $193 juta (Rp 2.1 trilyun).[1] Terbukti dengan adanya inovasi produksi tersebut, Blackberry dapat meningkatkan penjualan produknya dan berhasil mencuri pangsa pasar Nokia yang pada tahun 2008 justru melemah dari 48,7% menjadi 42,4%.

Perkembangan RIM yang ditelorkan oleh Blackberry sebagai salah satu fasilitas untuk memenuhi kebutuhan konsumen terkait dengan pengiriman pesan akhirnya menetapkan Blacberry sebagai smartphone yang mempunyai fasilitas pengiriman pesan sekaligus percakapan online layaknya Yahoo Masenger yang tentu saja berbeda dari yang lain. Blackberry Messenger (BBM) memberikan poin tersendiri bagi Blackberry, khususnya dalam lingkup percakapan online. Berbeda dengan fitur-fitur chatting atau situs jejaring sosial dari internet yang bisa diaplikasikan ke ponsel-ponsel pada umumnya, BBM memiliki regulasi khusus dalam penggunaannya. Fakta yang dapat ditelusuri adalah jika fitur chatting dan jejaring sosial yang ada di dalam ponsel tertentu, biaya pemakaiannya tergantung pada lama pemakaian dan menggunakan biaya dari provider yang digunakan, maka hal itu berbeda dengan BBM. Blackberry menerapkan kewajiban membayar biaya BBM dengan kisaran tertentu dengan format harian atau bulanan yang diambil dari pulsa provider yang dipakai dan prosesnya tidak tergantung dari lama pemakaian. Dengan kata lain, mau tidak mau konsumen Blackberry harus menggunakan BBM dan membayar biayanya agar tidak mengalami kerugian. Dari realitas ini kita tahu, bahwa dalam memproduksi barang dan jasa, produsen Blackberry mengkombinasikan kebutuhan akan barang dan jasa yang diperlukan oleh konsumen yang bisa diperoleh secara langsng dalam satu produk. Satu poin yang dapat ditekankan adalah bahwa produsen smartphone Blackberry bukan hanya menawarkan fasilitas atau fitur yang lebih canggih serta dukungan dari desain yang beda, tetapi juga menjual sesuatu yang berbeda dari fasilitas yang diberikan oleh ponsel lain. Dan keberadaan BBM yang merupakan software khusus dan hanya bisa digunakan di dalam Blackberry saja, menjawab kebutuhan itu.

Dalam mengembangkan nilai produknya agar diterima oleh masyarakat, setidaknya Blackberry memanfaatkan utilitas waktu, tempat, kepemilikan dan bentuk. Dilihat dari aspek utilitas waktu, Blackberry muncul ketika kebutuhan network society dan akses terhadap internet meningkat. Indonesia sebagai negara yang juga sedang mengalami perkembangan teknologi dan bisnis, merupakan salah satu pasar yang dapat dimasuki oleh perusahaan RIM untuk memasarkan Blackberry, hal ini sesuai dengan aspek utilitas tempat yang dikriteriakan. Sedangkan jika dilihat dari aspek utilitas kepemilikan dan bentuk, Blackberry smartphone memiliki diferensiasi produk yang tidak dimiliki oleh smartphone-smartphone lainnya, seperti integrasi software dan Qwerty (keypad satu tombol, satu huruf/angka) memberikan keuntungan bagi kepraktisan dan efisiensi pengguna. Dengan terpenuhinya semua aspek utilitas tersebut, maka potensi pasar untuk produksi yang lebih besar sangat dimunginkan dapat terjadi. Dalam perencanaan produksinya, RIM memakai dasar perencanaan kapasitas produksi barang yang menyediakan produksi berlebih demi memuaskan konsumen. RIM telah mengapalkan 50 juta produknya ke seluruh dunia, meski saat ini jumlah pemakai masih berkisar 32 juta orang. RIM merupakan salah satu produsen yang telah diakui standarisasinya oleh EU dan ISO, sebagai salah satu contoh produknya adalah Blackberry Storm 8900. RIM juga menerapkan sistem assembly untuk menciptakan produk secara efisien. Disini, dapat disimpulkan bahwa RIM sebagai perusahaan pengembang software Blackberry tidak hanya memproduksi barang (smartphone) namun sekaligus jasa (Blackberry Enterprise Service dan Blackberry Internet Service) yang saling terintegrasi dan mendukung kinerja satu sama lain. Hal yang paling utama dan penting bagi RIM dalam mengembangkan produknya adalah keterlibatan konsumen sebagai dasar untuk menciptakan inovasi baru sebagai cara untuk bersaing di pasar.

Referensi:

Griffin, Ricky. 2003. Bisnis. Jakarta: PT. Indeks

Anonim. 2009. RIM Tetap Fokus pada Inovasi di Tengah Downturn. Diakses dari www.managementfile.com pada 2 Desember 2009

Impor Blackberry di STOP, Diakses dari http://www.blackberryindonesia.com/News/impor-blackberry-di-stop/#respond pada 2 Desember 2009

Website Blackberry, diakses dari id.blackberry.com



[1] Anonim. 2009. RIM, Tetap Fokus pada Inovasi di Tengah Downturn. Diakses dari www.managementfile.com pada 2 Desember 2009 pukul 11.00 WIB

PEMASARAN INTERNASIONAL: SEBUAH STRATEGI VITAL PERDAGANGAN

Pemasaran (marketing) adalah sebuah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, pemberian harga, promosi, dan distribusi ide, barang, dan jasa yang dapat menciptakan pertukaran (penjualan) yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Sedangkan pemasaran internasional adalah perpanjangan dari aktivitas-aktivitas tersebut dengan melintasi batas negara. Agar sebuah perusahaan dapat melakukan pemasaran yang baik, maka diperlukan manajemen pemasaran internasional yang baik. Kadangkala marketing atau pemasaran merupakan bagian yang terpisah dari sebuah perusahaan. Hubungan interrelasi ini merupakan sebuah hubungan yang vital, sehingga sebuah menajemen pemasaran internasional harus mampu memahami tujuan sebuah perusahaan, sehingga dapat bersinergi dengan baik.

Manajemen pemasaran internasional merupakan sebuah area fungsional yang terintegrasi, antara manajemen sumber daya manusia, keuangan, akuntansi, dan manajemen operasional. Maksudnya, dalam hal ini keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam menjalankan strategi pemasaran, tiap perusahaan dapat memilih mana yang paling sesuai bagi produk dan sasaran pasarnya. Misalnya saja dengan mengurangi ongkos atau biaya produksi, penggunaan material dengan biaya yang lebih rendah, dan menentukan margin keuntungan dengan lebih rendah. Bagi beberapa perusahaan, biaya pemasaran yang rendah seringkali dianggap lebih menguntungkan dan membantu mendapatkan profit yang lebih besar dengan menekankan pada kuantitas. Cara ini sering disebut sebagai international business strategy yang menekankan pada cost leadership. Sebuah perusahaan juga dapat mengadopsi sistem lain yang disebut dengan focus strategy. Pada strategi ini, seorang manajer pemasaran akan fokus pada suatu segmen pasar tertentu atau wilayah tertentu. Misalnya saja, produsen jam tangan Swatch memfokuskan pasarnya pada kalangan remaja, sehingga kemudian pemasarannya juga sangat “anak muda”. Perbedaan strategi pemasaran ini merupakan preferensi masing-masing perusahaan, disesuaikan dengan pangsa pasar masing-masing produk.

Selain itu, lokasi pemasaran juga menjadi pertimbangan penting, terkait dengan kestabilan perekonomian dan daya beli serta selera masyarakat di tempat atau negara tersebut. Selain itu, kultur, level kompetisi, jaringan distribusi, dan ketersediaan infrastruktur juga menjadi pertimbangan penting bagi pelaku pemasaran. Setelah menentukan tempat, kemudian diperlukan langkah-langkah yang disebut dengan marketing mix, yang terdiri dari; (1) bagaimana mengembangkan produk perusahaan, (2) bagaimana memberi harga produk tersebut, (3) bagaimana menjual produk tersebut, dan (4) bagaimana mendistribusikan produk tersebut hingga ke konsumen.

Saat sebuah produk dipasarkan secara internasional, maka produk itu akan bersinggungan dengan bermacam-macam budaya dan karakteristik masyarakat lokal. Oleh karena itu, kemudian terdapat pertanyaan, haruskah latar belakang itu menjadikan sebuah produk menjadi harus disesuaikan atau distandarisasi secara internasional? Terdapat tiga pendekatan untuk menjelaskan hal ini, yaitu; pendekatan etnosentrisme, pendekatan polisentrisme, dan pendekatan geosentris. Pendekatan etnosentrisme berpendapat bahwa suatu produk dapat dipasarkan dengan bentuk yang sama di seluruh negara. Maksudnya, pendekatan ini percaya bahwa suatu barang yang laku di negara asalnya akan laku juga jika dijual di negara lain. Pendekatan polisentrisme menekankan pada penyesuaian antara suatu produk dengan tempat produk itu dipasarkan. Sedangkan pendekatan geosentrik menekankan pada standarisasi produk dan strategi pemasaran sehingga sama di seluruh dunia. Pilihan untuk menstandarisasi maupun customizing ini merupakan pilihan perusahaan karena memiliki kelebihan dan kekurangan amsing-masing. Standarisasi memiliki kelebihan di penghematan biaya, baik biaya pemasaran maupun biaya penelitian dan pengembangan. Sedangkan kustomisasi memiliki kelebihan dalam penerimaan, karena menyesuaikan dengan perbedaan legal, perilaku, dan perbedaan kegunaan antara satu negara dengan negara lain.

Dalam mempertimbangkan apakah suatu perusahaan akan memilih untuk menstandarkan atau menyesuaikan produk, perusahaan tersebut pasti memiliki beberapa faktor yang menjadi pertimbangan. Pertama, yaitu kekuatan legal. Misalanya saja di suatu negara terdapat peraturan yang membatasi level alkohol pada suatu minuman, maka suatu perusahaan bir harus mematuhi aturan itu ketika akan memasarkan produknya di negara tersebut. Kedua, yaitu pengaruh kultural yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan pengemasan produknya, misalnya, atau membuat inovasi dengan produk tersebut. Misalnya saja, Mc Donald di Asia Tenggara menambahkan nasi sebagia menu tambahan di gerai mereka. Ketiga, faktor ekonomi. Misalnya saja, perusahaan sampo lebih memilih untuk menambah pasokan produknya dalam bentuk sachet karena lebih terjangaku harganya. Keempat, merek produk tersebut. Misalnya saja Coca Cola menamakan produknya dengan Diet Coke saat dijual di Amerika Utara, sedangkan mereka memberi nama produknya Coca Cola Light saat dijual di negara lain.

Setelah pembuatan produk, maka langakh selanjutnya adalah pemberian nilai atau pricing. Pada prinsipnya, suatu perusahaan pasti emmiliki salah satu sistem dari tiga sistem pemberian harga, yaitu standard price policy, two-tiered pricing, dan market pricing. Pada sistem pertama, harga suatu barang akan sama sekalipun dijual di negara lain. Sedangkan sistem kedua adalah dengan menetapkan harga produk jika dipasarkan secara domestik dan harga produk jika dipasarkan di negara lain. Sedangkan sistem ketiga adalah pemberian harga berdasarkan pasar di masing-masing tempat dengan tujuan untuk mencapai keuntungan sebanyak-banyaknya.

Setelah pemberian harga selesai, maka langkah selanjutnya adalah melakukan promosi. Promosi ini kemudian dibagi menjadi iklan, penjualan personal, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat (public relations) yang disebut sebagai promotion mix. Dalam periklanan terdapat tiga faktor, yaitu pesan, media, dan parameter. Pesan adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengiklan kepada konsumennya. Sedangkan media adalah sarana komunikasi yang digunakan oleh produsen untuk menyampaikan pesan. Media ini dapat berupa media cetak, elektronik, audio, visual, maupun audio visual. Penggunaan media iklan ini juga dipengaruhi oleh kemmapuan perekonomian suatu negara. Misalnya saja, di negara maju iklan-iklan banyak dipasang di internet dan videotron. Selain itu, parameter iklan juga harus jelas, apakah iklan itu akan digunakan secara global ataukah secara parsial setiap negara. Tentu saja, kultur akan mempengaruhi hal ini. Nilai-nilai di suatu negara belum tentu dapat diterapkan secara universal di negara lain. Selain itu, iklan juga dapat dilakukan dengan cara membangun hubungan masyarakat (public relations) yang berusaha untuk membangun image baik perusahaan. Logika sederhananya, ketika citra suatu perusahaan itu baik, maka kepercayaan akan meningkat sehingga permintaan terhadap produk perusahaan itu akan meningkat.

Langkah terakhir, yaitu distribusi. Distribusi ini menyangkut juga pilihan tempat dan cara untuk mencapai tempat tersebut. Selain itu, waktu juga mempengaruhi distribusi barang. Maksudnya, ketika distribusi cepat maka pelayanan perusahaan tersebut dianggap memuaskan. Selain itu, sebuha perusahaan juga harus menentukan jaringan distribusi mana yang akan digunakan. Sedikitnya terdapat empat bagian utama dari distribusi, yaitu; (1) pabrik yang memproduksi barang atau jasa, (2) wholesaler yang membeli produk dari pabrik dan menjualnya kembali ke retailer, (3) retailer yang membeli dari wholesaler dan menjualnya kepada konsumen, dan (4) konsumen yang membeli produk untuk konsumsi final. Penentuan agen distribusi ini juga merupakan salah satu pertimbangan bagi produsen agar mendapatkan keuntungan maksimal dan juga mendapatkan kepuasan pelanggan.

Antara Standarisasi dan Customizing

Dari penjelasan di atas, terdapat perdebatan menarik mengenai apakah suatu produk harus distandarisasi atau menyesuaikan (customized). Menurut saya pribadi, customizing merupakan pilihan yang lebih baik bagi perusahaan jika kualitas yang diutamakan. Maksudnya, produk yang sudah menyesuaikan dengan kebutuhan pasar di setiap negara akna lebih mampu untuk bertahan. Misalnya saja, Mc Donald memberikan menu tambahan nasi putih di gerainya di Asia Tenggara untuk memuaskan pelanggan. Dengan kata lain, penyesuaian ini adalah upaya untuk memuaskan pelanggan sehingga pendapatan dapat menjadi lebih besar. Sedangkan standarisasi bisa dilakukan jika barang itu sudah menjadi barang umum, misalnya saja Coca Cola. Dalam hal ini, produk tersebut sudah mendapatkan penerimaan yang luas di dunia. Selain itu, produknya juga merupakan produk minuman dengan rasa yang universal, dan tidak harus melewati standar tertentu yang berbeda di setiap negara, seperti alkohol, misalnya. Dengan kata lain, standarisasi maupun penyesuaian adalah suatu pilihan, tergantung dengan sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan.

Saturday 12 December 2009

European Issues in Migration

The cause of migration:

  • Welfare states

  • Higher wages

  • Assylum

  • Better life opportunity (education, equality, health service)

  • Acceptance for diversity (?)

  • Stable political & legal system

The impact migration in Europe:

  • Unemployment

  • Nationalism- european identity

  • More competitive job field

  • Laten conflict (pendatang – WN asli)

  • Relationship between Europe’s country n Home country

Illegal migration in Europe:

  • The victim mostly are children and women

  • Trafficking and human smugglers

  • Illegal migation in Eastern europe due to the absent of legislation controlling entry and settelement

  • In western europe, mostly they are assylum seeker or temporary worker whose permit extension is disapproved

The Main Causes of Migration to Europe: The impact of Migration for European Countries and its people: Women and Children Trafficking

Human Traficking

  • Trafficking in persons -- the illegal and highly profitable transport and sale of human beings for the purpose of exploiting their labor -- is a slavery-like practice that must be eliminated. (www.hrw.org)

  • Trafficking in persons” shall mean the recruitment, transportation,transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation. (UN protocols)

  • In Europe, the trafficking in women and children is dominated by trafficking connected with prostitution and other forms of sexual exploitation. A recent study shows that more than 80 percent of the victims from South-Eastern Europe (one of the main source areas) end up as prostitutes, and about 10 percent as suppliers of other erotic services.(www.heuni.fi )

  • Women and children are especially vulnerable groups among migrants, and need special attention.

  • Women and children are being used and exploitated for certain purposes


The Characteristic of Trafficking

  • Trafficking for prostitution in Europe are not only from the economically factor and socially and politically most unstable areas of the continent, but also belong to the most disadvantaged social and ethnic groups of those areas. They are usually also very young: teenagers, or in their early twenties. When seeking better opportunities in life, they fall easy prey to criminals promising good jobs and high wages abroad. For the criminals and organised crime groups, trafficking offers an opportunity to make very high profits with minimal risk and low capital requirements.

The EU Programme

  • The EU has sponsored research on trafficking under its STOP (Sexual Trafficking of Persons) Programme, while Europol prepares regular situation reports on trafficking in each Member State in addition to its annual reports. Europol’s reports, however, rely on information supplied by national law enforcement agencies in Member States, which, in turn, rely on local or regional law enforcement offices.

  • The European Union has been actively engaged since 1996 in developing a comprehensive and multidisciplinary approach towards the prevention of and fight against trafficking in human beings involving all relevant actors.

  • Since May 1999, the European Union’s actions to combat trafficking in human beings are explicitly mentioned under the Title VI in the Amsterdam Treaty.

  • In 2003, Norway launched its first Plan of Action to Combat Trafficking in Women and Children. This action plan contains measures to protect and assist the victims, prevent human trafficking and prosecute the organizers.


References.

http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6228236.stm (accessed on December 6, 2009)

http://www.euromedinfo.eu/uploads/File/Brochures%20-%20Publications/Impact%20of%20migration%20on%20societies%20-%20Mar%2006%20-%20EMN.pdf

(accessed on December 6, 2009)

http://www.compas.ox.ac.uk/publications/papers/2006-11-29-Duvell-Stockholm.pdf (accessed on December 6, 2009)

http://findarticles.com/p/articles/mi_hb6377/is_/ai_n29303671 (accessed on December 6, 2009)

http://www.irchss.ie/xdownloads/Norface/NORFACE%20Migration%20Programme%20Proposal.pdf (accessed on December 6, 2009)

http://www.nonformality.org/index.php/2007/12/migration-europe/ (accessed on December 6, 2009)

http://www.migrationdrc.org/news/events/Migration&PeopleMovementinEurope.pdf (accessed on December 6, 2009)


Europe: The Dynamics Migration to Europe

Basically, migration means the movement of people from one country to another with the intention of residing there permanently. This action was a worldwide phenomenon from the 17th century to the 19th century. Initially, migration was affected by political reasons, especially after the collapse of communism. But now is caused by economics ones, such as wages, administratives, etc. Mobility in the European Union is low and declining though free movement of workforce within EU is supranationalised and has been since 1968. For the people who did this act, it assumpted that migration was always correlating with hope. It happend because the rising of industrialization at that time or we can understand it as the first revolution era in Europe. Only around 5% of those resident in EU are not nationals of the country in which they lived, with approximately two-thirds of that figure were coming from outside the EU. Most of immigrants on European countries were come from North Africa and East Europe. At that time, when the revolution era gave many increasing stuff in people living aspects and the industrialization had had the same impact, some important sectors in Europe are healthy care and construction were be the focuse of immigrants in their occupation to heal their livelihood in the brand new places. Most of the immigrants that worked in Europe was in construction sector, because in that sector low skilled worker was still needed by a certain company, especially in Western Europe. Construction sector in Western Europe had many stocks of labour, it made population growth in that place grew faster. Moreover, the image of low paid and phisically demanding work has deterred high levels of domestic labour market entrants, so this condition led to pressure for greater recruitment of immigrant workers. In the real fact, many othet nations move to West Europe for get better education, big salary, and of course for their better life. Beside that, the other reason why immigrant moved to Europe especially Western Europe were many goods capacity and modernization. For the example is in United Kingdom. Its healthy care sector required a lot of workers and its continually for some next period.

Generally, migration concept in EU could be devided in some reasons, they are first, in the post World War II (1945-1973), in line with the economic booming in Europe because of the rapidly rising of industrialization, labor migration policies in Post-War Europe happend, especially in Germany, France, and UK. In post-Cold War, the politic reason was more dominated in Europe migration. Second, Iraq and Kurdi had been staying in Sweden since 1970’s and 1980’s. Overall, approximately it counts 80.000-100.000 Iraq people lives here. The reason why they moved in Sweden because of the asylum and refugee policy. Third, the Africans moved to Spain and France because of the condition of poverty. And fourth, on the contrary, the immigrants from Europe moved to US and Canada because of the conviction of Find New World.

Next, talking about the time dynamics of migration in Europe, we can devide into three periods. First, in the 1880’s till the beginning of 1990’s. Europe had been noted as the biggest exporter of international immigrants in the world. Between 1846 till 1939, it was noted about 51 million people had left Europe to look for the New World. Their destination are US (38 million people), Canada (7 million people), Argentina (7 million people), Brazil (4,6 million people), Australia, New Zealand, and South Africa (about 2,5 million people). In this era, there was a famous harbour city, called Bremerhaven. This city was established in 1827 by the Bremen’s major, Johann Smidt, as the one of harbour city and the entrance of immigrants. It was noted that more than 7,2 million people moved through Bremerhaven in 1830-1974. About 3,7 million immigrants from Germany, 3.4 million from Eastern and South-East Europe and the rest were from Scandinavia.

In 1990’s, as I’ve said before, in the post-World War II, in line with the economic booming in Europe because of the rapidly rising of industrialization, labor migration policies in Post-War Europe happend, especially in Germany, France, and UK. At that time, held the workers recruitments in some European colony countries. Such as France took the workers from South Africa, India took them from India subcontinent and Caribean. Especially for Germany, because they does not have colony, they recruited the workers in short-term period from Yugoslavia, Turkey, etc. In this years, also introduced about the close-door policy. It was the result of the condition in 1960’s which known as the highest immigrants growth. It pushed UK to stop the people who come to its commonwealth states. And then, this step was followed by other European countries after the resetion of the collapse of oil price inj 1973.

Meanwhile, in 2000’s, the immigrants who came to European are always changing by years. Europe is the one of destination place by immigrants around the world. In 2000’s, the migration was rising significantly in 2003. It happend because the necessities of employee or workers can be fulfilled by the immigrants. From this fact, we can conclude that migration is the main source of European growing.

After the explanation above, we can take the implications of those facts. First, in European migration models, there are two models, such as Door Close (Europe in 1960’s) and Open Door (Europe in Contemporary). Second, it brought the social problems, such as a little riot in Berlin and France, murdered by African in Scandinavian (it focuse on racial problems), trafficking and human smuggling in Czech because of the prostitution tourism, etc. Besides those fact, another the most problem of migration in Europe is about the existence of immigrants as the black workers. In this case, the challenge of European countries is to prevent this activity by fine the company which gives them a job. The employer must check the work license up of every immigrant because as we know about 3-8 million black immigrants come to EU. So the its very a huge problems of the existence of them in Europe.

And the lesson can be learned from this condition is that immigrants give the huge contribution in invigorating economic sector in European countries. In the post World War II, Europe needed the young workers the most to reconstruction the destruction as the result of war. The wave of immigrants from the poor countries of the fraction of Soviet, were floading the European countries with the hope to enjoy the next better life there. The escalation of the number of immigrants were also used by the mafia group to operated the smuggling of black immigrants into Europe. Till now, the smuggling of human or we know as human trafficking are still as the criminalization which is organized systematicly and difficult to exterminate. And for the immigrants side, they just hope to get a better life in their destination country. Though, sometimes their destination country was not well as they imagine because of the existence of discrimination problem which is the crusial problem for them. For the addition, there is the interesting thing to be noted about the case of migration in Europe which was caused by the different factors in every period relatively. It is about the loose of policy in this continent and internal factor in several countries in Europe which lack of educated expertises.


References.

http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6228236.stm (accessed on December 6, 2009)

http://www.euromedinfo.eu/uploads/File/Brochures%20-%20Publications/Impact%20of%20migration%20on%20societies%20-%20Mar%2006%20-%20EMN.pdf

(accessed on December 6, 2009)

http://www.compas.ox.ac.uk/publications/papers/2006-11-29-Duvell-Stockholm.pdf (accessed on December 6, 2009)

http://findarticles.com/p/articles/mi_hb6377/is_/ai_n29303671 (accessed on December 6, 2009)

http://www.irchss.ie/xdownloads/Norface/NORFACE%20Migration%20Programme%20Proposal.pdf (accessed on December 6, 2009)

http://www.nonformality.org/index.php/2007/12/migration-europe/ (accessed on December 6, 2009)

http://www.migrationdrc.org/news/events/Migration&PeopleMovementinEurope.pdf (accessed on December 6, 2009)

Geddes, Andrew and Alex Balch, The Political Economy of Migration in an Integrating Europe: Patterns, Trends, Lacunae, and their Implications, University of Liverpool, 2002

Salt, John, Current Trends in International Migration in Europe, Council of Europe, Nov 2001 (accessed in www.economist.com)

The Political Economy of Migration in an Integrating Europe

Lobbying for Migrant Inclusion in the European Union

Europe: Welfare Systems

If we try to understand about the concept of providence state from the basic fact of this study, we will know that it is close related with the definition of welfare which belongs to a state, called welfare state system. This statement was firstly appeared in the international system began from the epithet of the rich countries or the revolution countries in the West, such as British Kingdom, France, and spread to the other countries like Sweden, USA, and so on.

According to encyclopedia.com who was written by David Randall, the providence is God's fore-knowledge, beneficent care, and governance over the universe at large and human affairs in particular. Providence also refers to God himself in his providential aspects, to a person who acts as the means of Providence, and to an act (favorable or unfavorable) witnessing or manifesting God's will. Providence is the hinge that explains and gives moral value to worldly events in terms of religious doctrine. The word derives from the Latin providentia, 'foresight'.1 Historically, the concept of providence was most contested and most invoked in the Latin West. It had always been important in Catholic theology. But in its developing, among Protestants, particularly among the reformed, providentialism was far more intense, and it permeated their thought and culture. Meanwhile, if we relate it to the social-economic aspect, we will see that providence is the prudent management in economy or the care, guardianship, and control exercised by a deity.2 But basically, providence is a concept of government in which the state plays a key role in the protection and promotion of the economic and social well-being of its citizens. It is based on the principles of equality of opportunity, equitable distribution of wealth, and public responsibility for those unable to avail themselves of the minimal provisions for a good life. The general term may cover a variety of forms of economic and social organization.3 So, from few explanations of the main concept of providence, we can take the point that providence was the seed of the developing of welfare system in Europe for the next years.

Well, after we comprehended about the meaning of providence, now we move on to analyze the definition of welfare and a welfare state. There are many different types of welfare, but each are generally concerned with a government trying to provide for the welfare of its citizens. This may take place through social welfare provisions, social security, or financial aid. When the government is seen as supporting businesses directly, rather than allowing the Free Market to cause some businesses to fail, it is pejoratively described as corporate welfare. And when a government allows its welfare programs to grow to a point deemed excessive by critics, they may choose to describe the government as a welfare state.4 The idea of the welfare state means different thing in different countries. First, if it focuses on an ideal model, the welfare state usually refers to an ideal model of provision, where the state accepts responsibility for the provision of comprehensive and universal welfare for its citizens. Second, when a welfare state means state welfare, some scholars mean welfare provided by the state. (this is the main use in USA). And third, if it belongs to social protection, in many welfare states, social protection is not delivered by the state at all, but by a combination of independent, voluntary and government services. These countries are still usually though of as a welfare states.5 Britannica.com means a welfare states in different aspect, they are politic, economic, and also business. But generally, it means a system in which the government undertakes the main responsibility for providing for the social and economic security of the state's population by means of pensions, social security benefits, free health care, and so forth.6 Sometimes it defines as a country in which government provides many services to its population, particularly in the areas of medical care, minimum income guarantees, programs of public health, unemployment compensation, public housing, retirement pensions, and the like. The expression welfare state is often used by those hostile to government intervention in these areas.7 A basic feature of the welfare state is social insurance, intended to provide benefits during periods of greatest need (ex. old age, illness, unemployment). The welfare state also usually includes public provision of education, health services, and housing. In countries with centrally planned economies, the welfare state also covers employment and administration of consumer prices. Most nations have instituted at least some of the measures associated with the welfare state; Britain adopted comprehensive social insurance in 1948, and in the U.S., social-legislation programs such as the New Deal and the Fair Deal were based on welfare-state principles. Scandinavian countries provide state aid for the individual in almost all phases of life.

Going towards to the cases happends in several Europe’s countries, in this essay we are going to focuse only on three kinds of citizens in different states which had close related with the concept of providence or welfare state in Europe, of course. They are French, English, and Swedish. First, the French. The providence or the welfare aspect of France government to its citizens through social protection. Social protection in France is based on the principle of solidarity, it means the commitment is declared in the first article of the French Code of Social Security. The principle is used in a number of different senses. The idea seems, at first sight, to refer to co-operative mutual support. Some writers apply the term in relation to 'mutualist' groups (friendly societies) and emphasise that people insured within national schemes (les assurĂ©s sociaux) are called to contribute and benefit on an equal footing. Others stress that relationships of solidarity are based in interdependence. Solidarity is usually understood, in this context, in terms of common action, mutual responsibility and shared risks. Since the 1970s this pattern of solidarities has been supplemented by additional measures designed to bring 'excluded' people into the net. The most important of these measures is the Revenu Minimum d'Insertion (RMI), introduced in 1988, which combines a basic benefit with a personal contract for 'insertion' or social inclusion. Second, the English. Asa Briggs, in a classic essay on the British welfare state, identified three principal elements. These were a guarantee of minimum standards, including a minimum income, social protection in the event of insecurity; and the provision of services at the best level possible.8 This has become identified, in practice, with the 'institutional' model of welfare: the key elements are social protection, and the provision of welfare services on the basis of right. In practice, social welfare in the United Kingdom is very different from this ideal. Coverage is extensive, but benefits and services are delivered at a low level. The social protection provided is patchy, and services are tightly rationed. And third, the Swedish. The Swedish model can be seen as an ideal form of 'welfare state', offering institutional care in the sense that it offers universal minima to its citizens. It goes further than the British model in its commitment to social equality. Titmuss's 'institutional-redistributive' model combines the principles of comprehensive social provision with egalitarianism. This is an "ideal type", rather than a description of reality. Social protection is not necessarily associated with equality; the French and German systems offer differential protection according to one's position in the labour market. The Swedish system, looked at in greater detail, has many of the same characteristics: Ringen describes the system as "selective by occupational experience".9 However, the importance of equality - sometimes identified with 'solidarity', in the sense of organised co-operation - is considerable. The model of this is the 'solidaristic wage policy' advocated by the labour movement, which emphasised improving standards, limited differentials, and redistribution.


References.

Randall, David, “Providence”, Europe 1450 t0 1789: Encyclopedia of the Early Modern World. The Gale Group Inc. 2004. Encyclopedia.com, 30 November 2009 (http://www.encyclopedia.com)

McGuigan, Brendan, ‘What is Welfare?’, Wisegeek.com, 2009 (http://www.wisegeek.com/what-is-welfare-.htm)

Carpenter, Mick, ‘Welfare State’, Answer.com, 2009 (http://www.answers.com/topic/welfare-state)

Brigs, A., The Welfare State in historical perspective, European Journal of Sociology, 1961, (http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm)

Ringen, S., The possibility of politics, Clarendon Press., 1989 (http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm)

http://www.answer.com (accessed on November 30, 2009)

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/639266/welfare-state (accessed on November 30, 2009)

http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm (accessed on November 30, 2009)

http://www.answers.com/topic/welfare-state-international (accessed on November 30, 2009)




1 David Randall, “Providence”, Europe 1450 t0 1789: Encyclopedia of the Early Modern World. The Gale Group Inc. 2004. Encyclopedia.com, 30 November 2009 (http://www.encyclopedia.com)

2 http://www.answer.com

3 http://www.britannica.com/EBchecked/topic/639266/welfare-state

4 Brendan McGuigan, ‘What is Welfare?’, Wisegeek.com, 2009 (http://www.wisegeek.com/what-is-welfare-.htm)

5 http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm

6 Mick Carpenter, ‘Welfare State’, Answer.com, 2009 (http://www.answers.com/topic/welfare-state)

7 http://www.answers.com/topic/welfare-state-international

8 A Briggs, The Welfare State in historical perspective, European Journal of Sociology, 1961, (http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm)

9 S Ringen, The possibility of politics, Clarendon Press., 1989 (http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm)