Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Wednesday 9 December 2009

Metode Kualitatif dalam Penelitian Ilmiah

Riset kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia.[1] Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam riset kualitatif, oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir. Pemahaman dalam penelitian kualitatif peneliti berbaur menjadi satu dengan yang diteliti sehingga peneliti dapat memahami persoalan dari sudut pandang yang diteliti itu sendiri. Penelitian yang menggunakan metode ini, memakai logika berpikir induktif, suatu logika yang berangkat dari kaidah-kaidah khusus ke kaidah yang berifat umum.[2] Dari sini nampak bahwa penelitian yang menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk membangun teori (generate of theory atau theory building). Dari sedikit deskripsi tersebut, kita tahu bahwa implementasi nyata dari metode ini berangkat dan identik dengan mahzab postpositivistik. Hal itu berdasarkan fakta bahwa metode kualitatif dalam penelitian sosial berangkat dari paradigma postpositivisme dimana setiap aspek dalam realitas sosial dilihat secara holistik sebagai satu kesatuan alamiah yang perlu diinterpretasi secara mendalam, terlebih realitas sosial dipahami sebagai realitas yang majemuk.[3] Atas dasar inilah kemudian metode kualitatif lebih menekankan pada aspek pencarian makna dibalik empirisitas dari realitas sosial sehingga pemahaman mendalam akan realitas sosial sangat diperhatikan dalam metode ini. Tak heran jika metode kualitatif lebih dipahami sebagai metode yang datanya berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti, yaitu berupa kata-kata baik tertulis maupun lisan.[4] Hal ini karena aspek numerik-statistikal sangat jarang ditemui dalam laporan penelitian yang menggunakan metode ini.[5] Kalaupun ada, data numerikal tersebut hanyalah sebagai data pelengkap terhadap pernyataan-pernyataan yang ada.


Pembahasan berikutnya adalah mengenai studi linguistik. Dimana dalam konteks penelitian ilmiah, khususnya yang berkecimpung dengan metode kualitatif, studi tersebut erat kaitannya dengan peran bahasa sebagai pusat problematika. Dan dalam esai kali ini, kajian studi linguistik yang diangkat dalam kaitannya dengan riset kualitatif merambah pada konsep tentang signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut Jean Baudrillard, permainan tanda dan kode telah membentuk komoditas (kesenangan, status, simbol), bahkan daya pesona (fetisisme), dimana dia melihat permainan tanda tersebut sebagai satu hal yang dapat dibeli/didambakan, bukan sebagai nilai fungsional/utilitas yang diidealkan Karl Marx.[6] Signifier and Signified adalah bagaikan sebuah pointing finger yang dapat dimanefestasikan dalam kata-kata, dalam berbagai cara dan media saat menyampaikan suatu “fakta”. Sebuah arti atau ”meaning” adalah hasil interpretasi dari sebuah/seorang signifier. Sedangkan yang dimaksud dengan signified adalah sebuah konstruksi sosial yang diinterpretasi, dibuat, atau dikonstruksikan oleh seorang/sebuah signifier.[7] Dari keterangan tersebut kita dapat menarik sebuah point of thinking, bahwa dalam metode kualitatif yang menekankan adanya sebuah kreatifitas secara nyata dan kronologis dengan media bahasa tertulis, pentingnya sebuah tatanan dalam tata tulis, dimana dalam hal ini berkisar tentang signifier dan signified, merupakan hal yang vital diperlukan. Hal ini penting karena adanya kunci pada studi semiotik yaitu studi mengenai hubungan kausal diantara keduanya yang dapat digunakan untuk masuk kedalam diskursus dalam ranah konstruksi sosial (signified) dan mermpelajari konstruksi sosial tersebut.


Kajian berikutnya lebih mencari sebuah jawaban atau respon pribadi secara subjektif dalam posisi jika kita adalah seorang peneliti kualitatif, dimana riset kualitatif kita dikritik terlalu subjektif. Kemungkinan besar kritik tersebut muncul dari orang-orang yang berkecimpung dalam studi metode kuantitatif yang mengusung teori positivisme, yang menekankan bahwa riset pospositivis yang menggunakan metode kualitatif sangat tidak bebas nilai, terkungkum oleh subyektifitas peneliti, dan terkadang data-data yang terdapat dari penelitian kualitatif terdistorsi dengan subyektifitas peneliti. Ada benarnya, namun tidak mutlak salah. Jika kita kaji lebih mendalam dilihat dari sudut pandang pospositivisme, justru subjektifitas itulah yang merupakan unsur paling krusial dalam penelitian kualitatif. Dengan alasan bahwa penempatan subjektifitas peneliti kedalam subjektifitas obyek penelitian dalam suatu penelitian, maka hal-hal yang tidak terungkap dalam penelitian kuantitatif dapat terungkap melalui subjektifitas yang terdapat pada penelitan kualitatif. Satu literatur menjelaskan bahwa penelitian kualitatif cenderung mendekati subyektivitas karena fenomenologisme dan verstehen dikaitkan dengan pemahaman perilaku manusia dari frame of reference aktor itu sendiri, kedekatan hubungan peneliti dengan obyek penelitian yang rancu dan kabur, serta perspektif data yang menuju arah “insider”. Akibatnya, penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasi menjadi studi kasus tunggal dan obyektivitas semakin terbelenggu oleh ‘daya pikat’ relativisme interpretasi peneliti.[8] Apakah bisa dipertanggungjawabkan dan dikategorikan ilmiah? Itu tergantung dari bagaimana kita melihat cakupan data yang ada dan interpretasi masing-masing terhadap permasalahan ini.


Permasalahan selanjutnya yang perlu dikaji dalam esai ini adalah tentang sejauh mana relevansi penelitian kualitatif dalam studi HI pasca Perang Dingin ketimbang kuantitatif. Kita tentu tahu, bahwa pada saat Perang Dingin masih berkecamuk, studi penelitian kualitatif dalam lingkup Hubungan Internasional masih terpengaruh oleh dua polar dunia, yaitu USA dan USSR. Namun, di akhir perang hegemoni ini, bipolaritas tersebut sudah mulai pecah menjadi polar-polar tersendiri yang juga membawa sebuah definisi dan cara baru dalam mengkaji studi HI, dan ini juga berpengaruh terhadap riset kualitatif yang berkecimpung dalam melakukan penelitian di area HI. Dalam perkembangannya pasca Perang Dingin, berbagai pendekatan-pendakatan teoritis klasik dalam menganalisis hubungan internasional pasca perang dingin seperti (neo)realisme, (neo)liberalisme, dan (neo)marximse mengalami degradasi nilai akibat kritik-kritik tajam yang disampaikan oleh para pemikir Hubungan Internasional kontemporer. Perdebatan antara kaum positivis (realisme & liberalisme) melawan kaum postpositivis (Postmodernisme, Konstruktivisme, & Critical Theories) menjadi perdebatan seru yang dalam lingkup ontologis akademisi Hubungan Internasional banyak disebutkan sebagai The Third Great Debate. Hal ini juga berpengaruh dalam pengembangan teori dalam penelitian kualitatif. Fenomena yang ada dalam lingkungan internasional tidak hanya dipandang sempit melalui militerisme, kooperasi, ataupun sistem yang terstruktur oleh faktor produksi seperti konstruksi HI yang lama. Globalisasi dan efek pemanasan global pun telah mulai dikritisi secara kontroversial oleh kaum posmodernis ataupun aktivis hijau dalam bentuk emansipasi subyektif, intersubyektif, ataupun relativisme nilai seorang peneliti. Hal ini mengindikasikan bahwa ada pergeseran kajian dalam meneliti fenomena internasional yang membuat sirkumstansi perdebatan teoritis mengarah pada hal-hal yang mencoba mendobrak metanarasi Ilmu Hubungan Internasional yang selama ini terkonstruksi dalam kajian studinya. Dan secara otomatis, fakta ini menunjukkan bahwa kualitatif mulai mengambil peran kuantitatif dalam diskursus Hubungan Internasional.


Kajian terakhir, mengusung tentang pendefinisian dan contoh dari etnografi dan etnometodologi. Pertama etnografi. Etnografi dikategorikan sebagai salah satu cabang dari antropologi.[9] Dengan menggunakan model penelitian etnografi, berati peneliti menggunakan metode kualitatif didalam penelitiannya dengan alasan bahwa etnografi merupakan salah satu model penelitian yang lebih banyak terkait dengan anthropologi budaya, yang pada pokoknya bertujuan untuk mengkaji bagaimanakah budaya sekelompok manusia dengan menggunakan metode observasi interpretatif, yang menentukan kerja lapangan intensif dengan peneliti terlibat penuh di dalam budaya yang dikaji. Dalam hal ini kita tahu bahwa etnografi menempatkan subyektifitas subyek penelitian yaitu peneliti kedalam subyektifitas obyek yang diteliti. Contoh etnografi adalah tentang seorang peneliti yang ingin meneliti realitas sosial dan kehidupan sebuah suku di pedalaman Amazon, maka dia harus menempatkan subjektifitasnya ke dalam ruang kehidupan suku tersebut, dengan kata lain harus bisa menjadi dan menyatu dengan masyarakat dari suku tersebut. Kedua adalah etnometodologi. Etnometodologi lebih mengkaji pada hal-hal metodologis, yang masih bersumber pada nilai-nilai kultural. Etnometodologi menggunakan metode dalam membuat laporan etnografik dari penelitian model etnografi yang telah dilakukan. Realitas yang ada dalam etnometodologi tercipta karena adanya observasi langsung dan rasa empati yang tinggi. Dengan kata lain, etnometodelogi adalah manifestasi metodologi dari etnografi.[10] Contoh yang bisa dikaji adalah mengenai praktek kerja lapangan yang dilakukan oleh mahasiswa antropologi pada saat melakukan riset penggunaan tato badan suku Aborigin di pedalaman hutan Australia.

Referensi.

Marshal, Catherine & Rossman, Gretchen, Designing Qualitative Research, California: Sage Publication,. Inc., 1995

Silalahi, Ulber, Metode penelitian sosial, Unpar Press, Bandung, 2006

Widoyoko, S. Eko Putro, Analisis Kualitatif dalam Penelitian Sosial, 2008, dalam http://www.umpwr.ac.id/publikasi/13/analisis-kualitatif-dalam-penelitian-sosial (diakses pada tanggal 4 Oktober 2009)

Hendrarso, Emy Susanti dalam Bagong Suyanto & Sutinah (ed), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Kencana, Jakarta, 2005

Hariwijaya, M., Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Thesis, dan Disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007

Miles, Matthew B. & Huberman, A. Michael, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta, 1992

Strauss and Corbin dalam James Neil, Analysis of Professional Literature Class 6: Qualitative Research I, 5 Juli 2006, dalam http://wilderdom.com/OEcourses/PROFLIT/Class6Qualitative1.htm#Obrien (diakses pada tanggal 4 Oktober 2009)

Baudrillard, Jean, Simulation, Semiotext(e), New York, 1983

Signifier and Signified. http://changingminds.org/explanations/critical_theory/concepts/signifier_signified.htm

(diakses pada tanggal 10 Oktober 2009)

Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remadja Karya, 1989

Richardson, L., Evaluating Ethnography. Qualitative Inquiry, 2000

Bentz, and Shapiro, Mindful inquiry in social research. Thousand Oaks, CA: Sage, 1998





[1] Catherine Marshal & Gretchen B Rossman, Designing Qualitative Research, California: Sage Publication,. Inc., 1995

[2] Ulber Silalahi, Metode penelitian sosial, Unpar Press, Bandung, 2006, hal.70-73

[3] S. Eko Putro Widoyoko, Analisis kualitatif dalam penelitian sosial, 2008, dalam http://www.umpwr.ac.id/publikasi/13/analisis-kualitatif-dalam-penelitian-sosial (diakses pada tanggal 4 Oktober 2009) dan Emy Susanti Hendrarso dalam Bagong Suyanto & Sutinah (ed), Metode penelitian sosial: berbagai alternatif pendekatan, Kencana, Jakarta, 2005

[4] M. Hariwijaya, Metodologi dan teknik penulisan skripsi, tesis, dan disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007, hal. 59; Emy Susanti Hendrarso dalam Bagong Suyanto & Sutinah (ed), Metode penelitian sosial: berbagai alternatif pendekatan, Kencana, Jakarta, 2005, hal. 166; dan Matthew B. Miles & A. Michael Huberman, Analisis data kualitatif, UI Press, Jakarta, 1992, hal. 15

[5] Strauss and Corbin dalam James Neil, Analysis of Professional Literature Class 6: Qualitative Research I, 5 Juli 2006, dalam http://wilderdom.com/OEcourses/PROFLIT/Class6Qualitative1.htm#Obrien, (diakses pada tanggal 4 Oktober 2009)

[6] Jean Baudrillard, Simulation, Semiotext(e), New York, 1983, hlm. 2

[7] Signifier and Signified. http://changingminds.org/explanations/critical_theory/concepts/signifier_signified.htm ( diakses pada tanggal 10 Oktober 2009)

[8] Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remadja Karya, 1989

[9] L Richardson, Evaluating Ethnography. Qualitative Inquiry, 2000

[10] Bentz, and Shapiro, Mindful inquiry in social research. Thousand Oaks, CA: Sage, 1998

No comments:

Post a Comment