Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Saturday 12 December 2009

Nordic: Geopolitik Sebelum 1945 dan Sejarahnya Setelah 1945

Berbicara mengenai konsep geopolitik dan geostrategi, yang perlu kita garisbawahi adalah studi ini merupakan studi yang rumit, kadang tak bisa diukur dalam ruang dan waktu karena adanya perbedaan strukturisasi pemaknaan dari peristiwa penting apa yang terjadi yang menimbulkan suatu pemikiran geopolitik-geostrategi dari kalangan cendekiawan yang menbuat kompleksitas peristiwa tersebut patut untuk dibicarakan dan dikaji dalam suatu area pemikiran dan diskusi (diskursus) tentang geopolitik dan geostrategi. Sama halnya dengan studi-studi lainnya dalam lingkup hubungan internasional, satu contoh kecil dari kerumitan studi ini adalah studi ini belum dapat dipastikan kapan kemunculannya dan dikukuhkan sebagai sebuah studi hubungan internasional, apakah dari zaman ilmuan klasik (Romawi, Yunanai, dan Sparta), zaman keemasan Eropa (Renaissance, dll.), atau malah pada zaman modern ini (yang dimulai dari awal abad ke-20 sampai sekarang). Hal ini sama seperti apa yang diungkapkan oleh John Agnew yang mengungkapkan bahwa “the term of ‘geopolitics’ came into use at the end of nineteenth century. Thinking globally was then formally connected by geopolitical reason to acting globally, but the actual practises of geoplitics was began much earlier, when European first encountered the rest of the world”.1 Namun lebih lanjutnya, kita akan mengkaji dan mmbicarakan tentang studi ini dalam ranah modern-politics dimana geopolitik-geostrategi sudah mendapat pengakuan sebagai sebuah studi hubungan internasional dengan format dan bentuk tersendiri serta memiliki area tertentu pula yang berkaitan dengan aktor atau pelaku dari sistem ini, yaitu nations-states, yang berhubungan dengan bagaimana dinamika politik dan strategi aktor tersebut dalam dunia yang terus berubah (dinamic conceptual).

Lima negara makmur di dalam tatanan dunia global (tahun 1920-an hingga sekarang)

Jaminan kesejahteraan negara menjadi sebuah prinsip panduan untuk pembentukan sebuah kebijakan di dalam Kawasan Nordik dengan level tinggi di bidang industrialisasinya pada abad ke-20. Selama berlangsungnya perang dunia I dan II serta Perang Dingin, lima negara kecil Nordik dipaksa untuk ikut andil kedalam situasi aksi penyeimbangan kekuatan yang tentu saja sulit, tetapi dengan tetap memegang teguh kemerdekaan mereka dan berusaha mengembangkan sistem demokrasi yang damai. Dewasa ini, kelima negara itu menghadapi tantangan baru dalam sebuah era globalisasi dunia yang semakin meluas. Pergerakan buruh-baik persatuan perdagangan dan paratai politik- adalah suatu bentuk keberadaan sistem politik yang penting yang bergulir di Kawasan Nordik pada abad ke-20 ini. Di dalam permulaannya, para pekerja organisasi menghadapi pihak-pihak oposisi dari kekuatan otoriter dan konservatif, tetapi dengan tetap sepenuhnya meneguhkan keberadaan mereka sebagai sebuah kekuatan dalam suatu masyarakat di akhir PD I. Sebagian besar dari pergerakan buruh di kawasan ini memilih untuk sebuah garis reformasi. Partai demokrasi sosial yang besar menjadi sebuah kekuatan politik yang dominan, khususnya Denmark, Norwegia, dan Swedia. Selama mengusung paham Liberalisme, partai sosial demokrat bertanggung jawab untuk mendorong ke arah demokratisasi. Bagaimanapun juga, di Finlandia khususnya, divisi-divisis antara kanan dan kiri mengarahkan pada perang sispil pasda tahun 1918, saat sayap kanan ‘Whites’ dikalahkan ‘Reds’. Perang sipil Finlandia adalah sebuah pengecualian untuk konsep perdamaian di dalam kawasan Nordik, dan signifikansinya adalah bahwa luka dari konflik2 yang muncul dengan cepat dapat disembuhkan. Di awal tahun 1926, Partai Sosial Demokrat, yang notabene adalah ‘Reds’, membentuk sebuah pemerintahan

Dari demokrasi yang lemah ke sebuah negara makmur yang stabil

Demokrasi berada di bawah ancaman Eropa selama periode interwar, sementara itu diktator Komunis, Fasis, dan Nazi muncul di banyak negara. Akan tetapi, pergerakan pengaruh Komunis ataupun Nazi di wilayah Nordik sangatlah terbatas. Ancaman paling besar untuk demokratisasi datang setelahnya, dari sebuah ketidaknyamanan dengan adanya sistem parlemen yang rumit yang telah menghasilkan sebuah perpecahan dari sebuah pemerintahan minoritas jangka pendek, dan juga dari jatuhnya sistem sosial masyarakat yang diikuti dengan munculnya Dpresi Besar di awal tahun 1930-an. Pada tahun 1933, masyarakat Demokrasi Sosial Denmark dan sayap kanan dari parati liberal Venstre menandatangani persetujuan Kanslerged, yang menjamin kestabilan parlemen dan dukungan negara untuk bidang ekonomi. Semua negara Nordik mencapai krisis pelunasan hutang yang hampir sama diantara Sosiat Demokrat dan khususnya pada kaum pinggiran (pedesaan) dari sayap kanan untuk tahuan-tahun berikutnya. Kerjasama dalam bidang labour market mengalami peningkatan melalui sebua seri-seri persetujuan bersejarah antara persatuan perdagangan dan asosiai pekerja. Kondisi palaing menghebohkan adalah adanya persetujuan Saltsjobad di Swedia pada tahun 1938. Iklim baru kerjasama ini juga membuktikan susburnya perkembangan dari kemakmura sebuah negara. Ditambah lagi dengan munculnya yayasan2 selama tahun 1930-an, dengan skema dana pensiun, pensiun kecacatan, asuransi ketenagakerjaan, bentuk2 perlinduingan ibu dan anak, dan sebagainya. Setelah PD II, lingkup dari perlengkapan kesejahteraan secara signifikan meluas dan negara2 Nordik mulai menjadi model dari format kemakmuran suatu negara-satu diantaranya mencabut pajak tinggi, tetapi mengambil kepedulian masyarakatnya dari bayi ke liang lahat. Masyarakat sosial demokrat membawa kekuatan dibalik insiatif, tetapi meskipun melalui partai sayap kanan... Finlandia dan Islandia, dimana di dalamnya terdapat masy sosial demokrat yang lemah....

WW and CW

Negara-negara Nordic menjadi pihak netral selama PD I, tetapi selama PD II, mereka tidak dapat lagi berdiri terpisah dari kancah politik dunia. Uni Soviet menyerang Finlandia pada tahun 1939, dan Finlandia menyerahkan teritorinya mengikuti Winter War. Pada tahun 1941, Finlandia meluncurkan sebuah serangan balas dendam dalam hubungannya dengan serangan Jerman terhadap Uni Soviet. Namun, beberapa teritori telah hilang, dan beberapa tahun berikutnya, kebijakan LN Finlandia didasarkan untuk meredakan gejolak Uni Soviet, meskipun Finlandia masih bisa memegang teguh bentuk demokrasinya bagi pemerintahan. Denmark dan Norwegia diduduki oleh Jerman pada tahun 1940. Sekutu meresponnya dengan menduduki Islandia, kepulauan Faroe, dan Greenland. Swedia mengatur tak-tik untuk mencegah permusuhan langsung dan secara formal memelihara kenetralan, tapi dalam praktisnya, konsep tersebut diadaptasi untuk dijadikan harapan dari kekuatan dominan, pertama Jerman, kemudian Sekutu. Dibandingkan dengan sebagian besar Eropa, kawasan Nordik mendapat keuntungan, yang secara parsial menjelaskan kekuatannya pada perkembangan ekonomi pasca perang. Akan tetapi, divisi baru dalam politik global selama Perang Dingin melwan kawasan untuk mengambil pihak. Negara-negara Nordik lebih menjadi negara yang bergantung dari pada mengacu pada orientasi mereka sebelumnya yang berkenaan dengan penggunaan kekuatan2 yang lebih kuat dengan maksud untuk memelihara kedaulatan mereka. Sebuah usaha untuk membentuk sebuah pertahan Nordik union gagal, hal ini terjadi setelah Denmark, Islandia, dan Norwegia bergabung dengan NATO saat terbentuknya badan ini tahun 1949. Di dalam theory, Swedia dan Finlandia, dua negara sisa yang masih netral ini, bagaimana pun juga, dalam kenyataannya Finlandia memiliki ruang gerak yang terbatas untuk menggerakkan hubungan eratnya dengan Uni Soviet, sementara itu Swedia bekerja sama secara dekat dengan Sekutu Barat. Kerjasama itu berlangsung melalui the Nordic Council dan the Nordic Council of Ministers yang mempromosikan kebebasan bergerak dan lebih dekat ikatannya dengan kawasan Nordik, tapi lembaga ini tidak pernah mengurusi tentang FP.

Kerja sama Nordik dalam bidang pertahanan dan keamanan

Kawasan Nordik tidak mempunyai bentuk kerja sama resmi dalam bidang pertahanannya dan tidak ada pula join strategi untuk pertahanan dan keamanan. Finlandia dan Swedia adalah anggota EU, Norwegia dan Islandia adalah anggota NATO, dan Denmark adalah anggota dari keduanya. Pada periode post war, Finlandia dan Swedia dengan teguh mengukuhkan dirinya untuk tidak bersekutu dengan pihak mana pun sebagai prinsip kunci dari FP mereka, tapi hal itu berubah setelah mereka dekat NATO dan masuk ke dalam sebuah persetujuan kerjasama dengan sekutu beberapa tahun terakhir. Kawasan Nordik secara tradisional aktiv dalam operasi menjaga perdamaian di seluruh dunia. Baru-baru ini, fokus mereka bergerak kepada managemen krisis. Kawasan ini bergabung dalam sebuah grup baru-baru ini yang bernama NORDIC BATTLE GROUP yang secara cepat merespon kekuatan. Grup ini dibentuk oleh Finlandia, Swedia, dan Norwegia, juga bersa dengan Estonia dan Irlandia, dengan kerangka keraja dari EU. Inti dari kerja sama pertahanan dan keamanan di kawasan ini bernama NORDCAPS. Lembaga ini adalah sebuah badan konsultasi dan koordinasi yang fleksibel yang mengurusi tentang permasalah usaha-usaha pencapaian pecekeeping dengan kerangka kerja dari PBB, EU, dan juga NATO/PFF. Walaupun tidak ada kerjasama pertahan resmi dibawah the Nordic Council of Ministers, menteri pertahanan dari masing2 negara anggota bertemu dua kali setahun untuk mendiskusikan tujuan bersama tentu saja dalam kerang kerja pertahanan dan kemananan di kawasan ini. Swedia, Finlandia, dan Norwegia juga bekerja sama dalam pembiayaan transport helikopter. Tambahan pula, beberapa figur umum yang terlibat di dalam FP, termasuk Presiden Halonen dari Finlandia dan Mentri Luar Negeri Swedia, Carl Bildt, telah lama aktif dalam mempromosikan kerjasama yang lebih dekat dalam bidang pertahanan dan keamanan dengan Negara-negara Baltik. Kawasan Baltik telah menjadi anggota dari EU dan NATO. Selain kerjasama dalam bidang pertahanan dan keamanan dalam format asli, negara-negara di kawasan ini juga menjalin kerja sama dalam bidang Security market yang sasarannya untuk membentuk sebuak grup kerja dengan fokus untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang muncul di daerah perbatasan di dalam kawasan security markets Nordik. Grup ini bekerja sama di dalam implementasi dari perintah EU sekaligus mempromosikan kerja sama antara kawasan Nordik dengan otoritas Nordik-Baltik dalam bidang stock market



Sources.

Microsoft ® Encarta ® 2008. © 1993-2007 Microsoft Corporation

http://www.norden.org/en/areas-of-co-operation/researcher (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.accessmylibrary.com/coms2/summary_0286-27850713_ITM (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.ifla.org/IV/ifla71/papers/166e-Knutsen.pdf (diakses : 10 Oktober 2009)

http://wapedia.mobi/en/Nordic_countries (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.netpublikationer.dk/um/6724/pdf/1_The_Political_System.pdf (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.answers.com/topic/nordic (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.ambmoskva.um.dk/en/menu/InfoDenmark/danish+political+and+social+affairs/ (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.123independenceday.com/norway/political-system.html (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.emb-norway.ca/facts/political/priorities/priorities.htm (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.regeringen.se/sb/d/2853 (diakses : 10 Oktober 2009)

http://www.economist.com/countries/Sweden/profile.cfm?folder=Profile-Political%20Structure (diakses : 10 Oktober 2009)



1 John Agnew. 2003. Geopolitics : Re-visioning World Politics Second Ed. Routledge : New York – John Agnew is Professor of Geography at the University of California, Los Angels

No comments:

Post a Comment