Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Wednesday 9 December 2009

Konseptualisasi dan Operasionalisasi Konsep dalam Penelitian Ilmiah

KIPRAH METODE DERRIDA-SAUSSURE DAN STUDI LINGUISTIK-SEMIOTIK


Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang apa dan bagaimana operasionalisasi konsep dan konseptualisasi berlangsung dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian ilmiah yang bersifat sosial, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu tentang apa definisi dari konsep itu sendiri. Konsep adalah ide tentang suatu benda atau objek, baik benda atau objek yang konkret ataupun yang abstrak. Dalam hal ini, pengertian konsep masih umum atau general. Dikaitkan dengan teknik penelitian, terutama untuk tujuan analisis data dan perhitungan statistik, yang dimaksud dengan konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal yang khusus. Selanjutnya, definisi konseptual adalah batasan pengertian tentang konsep yang masih bersifat abstrak yang biasanya merujuk pada definisi yang ada pada buku-buku teks. Mochtar Mas’oed mendefinisikan bahwa konseptual ialah pernyataan yang mengartikan atau memberi makna suatu konsep atau istilah tertentu. Istilah tersebut lebih sering digunakan dalam metode penelitian kualitatif, khususnya sebagai pengganti istilah teori (kerangka teoritik) dengan mensyaratkan adanya beberapa kondisi tertentu (Mochtar Mas’oed, 1990:116). Definisi ini lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi” karena merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep yang lain yang bermanfaat untuk membuat logika proses perumusan hipotesa. Sementara itu, definisi operasional merupakan batasan pengertian tentang variabel yang diteliti yang di dalamnya sudah mencerminkan indikator-indikator yang akan digunakan untuk mengukur variabel yang bersangkutan. Namun demikian, sebaik-baiknya definisi operasional adalah definisi yang merujuk atau berlandaskan pada definisi konseptual. Menurut Koentjaraningrat, definisi operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain” (Koentjaraningrat, 1991:23). Dengan kata lain, definisi operasional variabel penelitian dalam penelitian merupakan bentuk operasional dari variabel-variabel yang digunakan, biasanya berisi definisi konseptual, indikator yang digunakan, alat ukur yang digunakan (bagaimana cara mengukur) dan penilaian alat ukur.


Definisi operasional dapat disusun didasarkan pada operasi yang harus dilakukan, sehingga menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau dapat terjadi. Dengan menggunakan prosedur tertentu peneliti dapat membuat gejala menjadi nyata. Contoh: “Konflik” didefinisikan sebagai keadaan yang dihasilkan dengan menempatkan dua orang atau lebih pada situasi dimana masing-masing orang mempunyai tujuan yang sama, tetapi hanya satu orang yang akan dapat mencapainya. Dalam menyusun definisi operasional, definisi tersebut sebaiknya dapat mengidentifikasi seperangkat kriteria unik yang dapat diamati. Semakin unik suatu definisi operasional, maka semakin bermanfaat, karena definisi tersebut akan banyak memberikan informasi kepada peneliti, dan semakin menghilangkan obyek-obyek atau pernyataan lain yang muncul dalam mendifinisikan sesuatu hal yang tidak kita inginkan tercakup dalam definisi tersebut secara tidak sengaja dan dapat meningkatkan adanya kemungkinan makna variabel dapat direplikasi/ganda. Secara ilmiah definisi operasional digunakan menjadi dasar dalam pengumpulan data sehingga tidak terjadi bias terhadap data apa yang diambil. Dalam pemakaian praktis, definisi operasional dapat berperan menjadi penghilang bias dalam mengartikan suatu ide/maksud yang biasanya dalam bentuk tertulis.


Di lain pihak, mengenai konsep umum dalam ruang hubungan internasional, penelaahan kita bisa dimulai dari aspek sejarah dalam penelitian ilmiah dengan skala hubungan internasional. Kita tahu bahwa konsep universal HI banyak diturunkan oleh kaum positivis karena pencetusan terhadap teori-teori mainstream dalam HI, seperti realisme, liberalisme, dan marxisme, merupakan hasil dari kiprah postivist dalam HI. Salah satu contoh konsep yang sering kita dengan dalam ranah HI sebelum Perang Dingin berakhir adalah mengenai konsep power (kekuasaan). Di sini kita tahu bahwa perumusan mengenai konsep yang dicetuskan oleh Hans J. Morgenthau sebagai bapak realisme dunia telah menandai konstruksi power secara universal dalam lingkup HI. Selain itu, muncul juga nation-state sebagai aktor utama dalam HI, meskipun dalam perkembangannya aktor ini sudah tidak begitu mengambil peran utama dalam HI akibat multilateralisme, namun dengan tekstur dan konstruksi yang sudah begitu tertanam dalam ruang HI, maka secara universal pula konsep nation-state ini menjadi kekhasan dalam studi HI. Dapat dikatakan bahwa kedua contoh konsep yang saya sebutkan itu memiliki sifat umum dengan alasan adanya generalisasi pada setiap tesis atau pun hipotesis yang terbentuk mengenai konsep dua hal tersebut. Dan dampakanya adalah karena dua ide dasar dalam studi lama HI tersebut bersumber dari positivisme, maka jlas bahwa empirisme data fisik masih dijadikan patokan utama dalam studi HI.


Selanjutnya adalah pembahasan mengenai kiprah dan relevansi metode dekonstruksi-gramatologi Derrida dan metode strukturalisme Saussure bagi penelitian dalam studi HI. Pada dasarnya, dekonstruksi secara garis besar adalah cara untuk membawa kontradiksi-kontradiksi yang bersembunyi di balik konsep-konsep dan keyakinan yang melekat pada diri kita selama ini dan di bawa ke hadapan kita. Menurut Derrida, dekonstruksi telah mengubah struktur pemahaman terhadap kata-kata yang tidak mampu menerangkan secara eksplisit subjek yang menjadi acuannya. Kesulitan ini lebih bermuara pada gaya prosa yang sulit ditembus atau dengan kata lain konsep dekonstruksi tidak didefiniskan secara cocok. Dekonstruksi yang dikemukakan oleh Jacques Derrida (1930) merupakan cara untuk membawa kontradiksi yang tersembunyi di balik konsep umum dan keyakinan pribadi seseorang. Dia juga menwarkan tentang keberadaan semiotika, yang digunakan untuk memeriksa dan menganalisis media selain teks tertulis, yang tidak beratur (semiotic of chaos). Derrida memaparkan tentang ciri dekonstruksinya yang menolak kemapanan, meniadakan obyektivitas tunggal dan stabilitas makna, serta membuka ruang kreatif seluas mungkin bagi proses interpretasi dan pemaknaan. Secara pribadi, Derrida mengakui bahwa istilah dekonstruksi sulit dijelaskan dengan kata-kata biasa. Selain itu, kelemahan yang ada dalam dekostruksi tidak dijelaskan secara spesifik (eksplisit), membentuk retailisme makna, chaos dalam pemaknaan, dan sebagainya. Sedangkan di sisi yang lain, muncul Saussure dengan srukturalismenya. Saussure yang mempopulerkan semiotik dan linguistik dengan makna bahasa dari sistem tanda ini, memahami bahasa sebagai bentuk, bukan sebagai substansi, atau dengan arti lain bahwa sistem tanda yang diorganisasikan berdasarkan aturan-dalam (intern). Dia membedakan bahasa langue (bahasa) dari parole (omongan) yang diletakkan secara tertentu dan mengatur hubungan satu sama lain. Dalam kondisi ini, strukturalisme digunakan untuk mendefinisikan struktur sistem yang baur memproduksi makna dan arti tiap elemen, relasi di antara obyek yang kompleks. Sama seperti metode dokonstruksi-gramatikal Derrida, metode strukturalisme Saussure ini juga memiliki beberapa kelemahan, salah satunya menurut Giddens adalah bahwa strukturalisme Saussure ini seperti usaha pembangkitan perubahan sosial semu dalam masyarakat. Relevansi konsep ini dalam studi HI tergolong lemah, dengan alasan utamanya adalah belum terbentuknya universalitas makna, menenggelamkan objektivitas (generalisasi) teori mainstream yang sekian lama dipegang oleh ilmuan HI.


Dari pemaparan di atas, ada beberapa hal yang dpat disimpulkan dalam esai ini, yaitu yang pertama adalah bahwa aspek linguistik dan semiotik yang dijelaskan dalam sebelumnya lenih cenderung ke arah penelitian kualitatif dengan tanda-tanda tertentu sebagai pengganti makna dan meruntuhkan teori atau generalisasi konsep yang ada. Dan jujur, para pakar penelitian ilmiah sosial tentu saja memiliki perbedaan dalam menerapkan alikasi operasionalisasi konsep dan konseptualisasinya dalam menjalankan penelitian ilmiah di ranah sosial, khususnya studi HI.


Referensi.

Kerlinger, Fred. N. 2000. Asas-Asas Penelitian Behavior (eds. 3). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Alih bahasa : Landung Simatupan

Mas’oed, Mochtar. 1990. Konsep Hubungan internasional : Kepentingan NasIonal, Power, Integrasi, Deterrence. Ilmu Hubungan Internasional. Jakarta: LP3ES. Hal 116

Sugiana, Dadang. Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung.2008

Crano, William. D dan Brewer, M.B. 2002. Principle and Methods of Social Research: Second Edition. London : Lawrence Erlbaum Associates Publisher. pp 3-11

Wijaya, Bambang Sukma. 2006. Model Semiotika TTS (Redekonstruksi) Kajian Kritis Semiotika Dekonstruksi Derrida

http;//www.unikom.ac.id/rb/bab8. BAB VIII (diakses pada 14 November 2009)

http://www.ptik.polri.go.id/materi/MODUL. Metodologi Penelitian (diakses pada 14 November 2009)

http://www.scribd.com/doc/10712476/BAB-2-Konsep-Dan-Variabel. (diakses pada 14 November 2009)

No comments:

Post a Comment