Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Sunday 20 February 2011

The Fundamentals of Preventive Diplomacy

Tataran studi resolusi konflik global tidak dapat terlepas dari keberadaan sistem fundamental bentuk diplomasi pencegahan untuk menghindari terjadinya konflik berkelanjutan sebagai sebuah langkah perdamaian. Dalam studi hubungan internasional, diplomasi pencegahan digunakan sebagai aksi awal menghadapi konflik yang ada dan lebih diprioritaskan untuk membentuk sebuah tatanan yang stabil. Di sisi ini, diplomasi tersebut menitikberatkan pada pemberian jarak antar-kepentingan yang dimiliki oleh aktor-aktor yang terlibat konflik. Selain itu, juga harus memperbaiki sistem sangsi yang harus dibayar pada setiap pengorbanan yang dihasilkan dari konflik sebelumnya, dalam hal ini seperti pengorbanan hidup manusia dan materi. Pada sistem diplomasi pencegahan yang lebih fundamental, diplomasi seperti ini merupakan sebuah tindakan yang melebihi kebutuhan untuk menjaga dunia kita, untuk melindunginya, seperti dalam satu kasus, yaitu perlindungan yang kuat terhadap isolasionisme yang fatal bagi Amerika. Beberapa pernyataan di atas, mampu memberikan indikasi bagi kita tentang definisi nyata diplomasi pencegahan, yaitu dalam hal ini menurut S.L. Roy, adalah sebuah definisi tindakan diplomasi yang diterima dengan menerapkan tiga tujuan. Dan tiga tujuan tersebut, diantaranya: Pertama, untuk mencegah kekerasan yang terjadi antar-negara, antar-pemerintahan, dan antar-partai minoritas dalam sebuah negara. Kedua, untuk mencegah munculnya kekerasan dari transformasi sebuah aksi yang mengindikasikan terjadinya konflik baru. Dan yang ketiga adalah jika konflik terjadi, memastikan konflik dapat diredam penyebabnya.


Pembentukan diplomasi pencegahan pasti melibatkan eksistensi konflik yang muncul dan butuh sebuah aksi untuk mencegahnya lebih dahulu. Konflik yang menurut Hugh Miall dkk. merupakan ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai, dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru akibat perubahan sosial yang timbul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan, saat keheterogenitasan tersebut tidak lagi dapat terkontrol dengan baik, saat itulah muncul gejala-gejala akan timbulnya suatu konflik. Berkenaan dengan itu, dalam dinamikanya resolusi konflik sendiri tidak harus diselesaikan setelah pecahnya suatu konflik. Salah satunya adalah berpikir untuk mencegah pecahnya konflik ketika sudah mulai timbul gejala-gejala yang menunjukkan akan timbulnya konflik tersebut. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah preventive diplomacy. Diplomasi preventif juga merupakan aksi anti-kekerasan yang dibuat oleh seluruh aktor untuk mencegah seluruh konflik antar pihak-pihak yang mementingkan pencegahan menjadi kekerasan, memperburuk dan memperluas, dan untuk mencegahnya menjadi konflik bersenjata yang akan membahayakan kedamaian dan keamanan internasional. Dan salah satu kasus yang diindikasi menerapkan preventive diplomacy adalah kasus pendenuklirisasi nuklir di Ukraina. Ukraina merupakan salah satu negara pecahan dari mantan negara Uni Soviet, dimana di dalam negaranya tertanam banyak nuklir Rusia. AS dan Rusia meminta negara ini untuk mendenuklirisasi negaranya tapi dengan aksi yang terus-menerus ditunda-tunda, yaitu dengan terus menghindari ratifikasi perjanjian START I yang merupakan bagian dari protokol Lisbon dan menghasilkan banyak tekanan. Sebagai upaya preventif agar Ukraina tidak menggunakan nuklirnya untuk hal-hal yang dianggap mengganggu perdamaian dunia, AS dan bahkan Rusia berusaha melakukan diplomasi dengan para pemimpin negara Ukraina. Berbagai diplomasi dan perjanjian dijalankan, dan baru pada bulan Juni 2010, pasca KTT Washington, Ukraina akhirnya benar-benar melepaskan kepemilikan senjata nuklirnya. Kasus Ukraina ini merupakan salah satu usaha preventive diplomacy yang berhasil.

Referensi

Roy, S.L. 1991. Diplomacy.

Bedjagui, Mohammed. n.d.. The Fundamental of Preventive Diplomacy

No comments:

Post a Comment