Special for your loving life...

...Do the best for our life...

Sunday 20 February 2011

The Fading of the West: Myth or Reality?

Dinamika polemik internasional tidak akan bisa berhenti arusnya saat dihadapkan pada tataran geo-politik dan geo-kultural. Dimulai dari aktor-aktor yang memiliki power lebih besar yang bisa menguasai sistem internasional, dan sekurang-kurangnya menanamkan pengaruh ke aktor-aktor yang berada pada sistem tersebut. Sementara itu, kajian lanjutan dari studi geo-politik dan geo-kultural ini akhirnya mengarah pada pertanyaan tentang arus eksistensi dari negara-negara Barat, apakah setelah Perang Dingin berakhir, keberadaan pengaruh Barat semakin hilang? Ataukah dengan munculnya kekuatan-kekuatan lain yang lebih spesifik dari aktor internasional lainnya, hal itu juga semakin mengurangi eksistensi Barat? Pakah hal itu merupakan mitos yang dibentuk oleh para sholar hubungan internasional ataukah kenyataan yang benar-benar terjadi di lapangan? Uraian untuk menjelaskan masalah tersebut akah dibahas dalam tulisan ini.

Pembahasan mengenai The Fading of the West: Power, Culture and Indigenisation, akan dimulai dari laju historis yang terjadi setelah Perang Dingin berakhir dan kemenangan AS atas Uni Soviet di era tersebut. Di era 1980’an akhir dan 1990’an, sistem internasional dengan berbagai aktor di dalamnya mulai mendapat pengaruh besar dari eksistensi AS sebagai pemenang Perang Dingin dan mampu melebarkan sayap pengaruhnya. Namun, seiring dinamika internasional yang terus melaju, akhirnya pengaruh tersebut juga mengalami peluruhan dan pemudaran. Jika dikaji lebih dalam, ada tiga karakteristik yang mengindikasikan berkurangnya eksistensi AS atau Barat di dunia internasional. Diantaranya, peluruhan atau fading tersebut terjadi dalam proses lambat. Kemudian adanya terpahatnya beberapa sektor yang sebelumnya dipegang pengaruhnya oleh AS dan negara Barat, namun kini telah dapat dipenuhi oleh negara-negara lain secara lebih spesifik. Dan yang ketiga kemunduran tersebut secara putus-putus dengan kata lain secara bertahap dalam proses yang berdinamika. Di lihat dari sisi yang lain, juga muncul indikator kemunduran negara-negara Barat, atau semakin melemahnya pengaruh Barat. Indikator tersebut, diantaranya: Pertama, mengenai ranah teritori dan populasi. Dalam hal ini, peningkatan kekuatan minor dari segi wilayah, yang ditengarai kualitas dan kuantitas populasi non-western semakin meningkat, khususnya dalam bidang edukasi dan kesehatan. Kedua, terjadi pada sektor produksi ekonomi yang ditandai dengan adanya perdagangan yang membawa brand, serta culture yang mengandung values. Dan yang ketiga, ada pada sektor militer yang ditandai dengan adanya distribusi culture yang diiringi oleh distribusi power. Dan dari faktor ini, akhirnya muncul konsep indigenisation, yang menjelaskan konsep adopsi kultur dengan berbagai penyesuaian.

Pergeseran pengaruh Barat yang semakin memudar tersebut juga tidak terlepas dar dominasi Barat yang telah berlangsung sekian lama. Dan dalam laju sistem internasional berikutnya, khususnya setelah Perang Dingin berakhir, muncul penolakan terhadap pengaruh AS yang dilancarkan dalam spot-spot tertentu, contohnya spot peningkatan ekonomi di Cina dan IT di India. Kasus ini lebih menyerang sektor public goods dimana hal itu merupakan main task dari perubahan yang ada. Menyikapi situasi ini, beberapa scholar hubungan internasional mulai membentuk pendapat mereka masing-masing. Misalnya saja, Fukuyama menjelaskan bahwa kekuatan Barat merupakan apogee. Dengan kata lain, pengaruh Barat seperti sebuah lintasan satelit yang mengorbit tatanan internasional. Di lain pihak, Kennedy memberikan tambahan bahwa kekuatan Barat juga semakin mundur, dan hal ini juga ditekankan oleh Huntington yang menyatakan bahwa kekuatan Barat tersebut merupakan suatu pengaruh yang dominan, tapi juga mengalami penurunan. Kondisi seperti ini memberikan penegasan bahwa, meskipun di tahun 1990-an ke atas pengaruh Barat masih dominan, namun dominasinya tidak sekuat di abad ke-19. Hal ini juga memberikan keterangan bahwa menurunnya kekuatan Barat dari negara-negara Barat itu sendiri, juga memberikan ruang kekuatan dari aktor lain untuk meningkat, dalam konteks ini muncul istilah universalisme. Peningkatan power dari aktor lain, lebih cenderung ke posisi peningkatan soft power yang dimiliki. Dan situasi ini ditekankan oleh Huntington, yang percaya bahwa distribusi kekuatan sama dengan distribusi kultural. Dia juga menambahkan respon dari atmosfer tersebut, diantaranya tentang keberadaan modernisasi, resurgensi dari identitas kultural, sehingga Huntington menyatakan bahwa ranah ini adalah tanda dari meluruhnya pengaruh Barat.

Pada dasarnya, dari kondisi semakin lunturnya pengaruh Barat, hal ini memunculkan pertanyaan apakah aktor-aktor yang ada di sistem internasional mulai melakukan penolakan terhadap Barat? Dan pertanyaan ini kemudian bisa dijelaskan dengan berbagai unsur historis faktual yang terjadi di lapangan. Pada dasarnya, dalam perkembangan yang terjadi, negara-negara Barat mulai percaya pada paradigma universalitas. Paradigma ini menjelaskan tentang adanya kesadaran bahwa adanya idealisme dan norma-norma berbeda yang ada di peradaban lain di dunia, imperialisme sebagai konsekuensi logis dari penerapannya, dan bila dinamikanya tidak sesuai, maka bahaya akan muncul dan mengancam terbentuknya perang antar-sipil. Salah satu gambaran yang mengetarai kondisi itu, dapat dilihat dari pernyataan, ‘emerging configuration of power requiring mutual accommodation between blocs of different ‘civilizations’, an accommodation which is already coming into being, whether we like it or not. Dan hal ini, akhirnya menyulut Huntington untuk mengungkapkan pemikirannya, diantaranya:

1. Avoidance of major IW requires core states to refrain from intervening in conflicts in other civilizations

2. Core states must engage in joint mediation ‘to contain or to halt fault line war between states or goups from their civilizations’

3. Search for and attempt to expand the values, institutions, and practices they have in common with people of other civilizations

Pemikiran-pemikiran Huntington tersebut ada di dalam uraian Clash of Civilizations, yang menguraikan adanya ancaman besar pada kedamaian dunia. Oleh karena itu, tatanan internasional harus berdasarkan civilizations as safeguard. Dan kondisi ini ditandai dengan karakter-karakter kompleks dalam area internasional, diantaranya:

Modernization vs Westernization

Modernization support westernization at first, but weaken it at the end

Modernization at societal level enhance economics, military and political power and also put more confidence of the society to promote their culture and to be culturally assertive

Sementara itu, pada level individu, benturan peradaban ini, akhirnya membawa rasa alienasi dan anomies sebagai aspek tradisional dan hubungan antar-masyarakat semakin pecah dan membawa ke arah krisis identitas personal. Yang Oleh karena, di dalam kondisi ini muncul berbagai tanggapan yang memberikan gambaran mengenai turunnya eksistensi Barat dengan berbagai polemik yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah apakah dunia internasional mulai memberikan lampu hijau terhadap menurunnya pengaruh Barat, khususnya AS, sebagai main power pasca Perang Dingin. Dalam ranah ini, muncul upaya-upaya yang dilakukan Barat, lagi-lagi AS sebagai main actor-nya, yang menggerakkan aksi-aksi potensial untuk tetap meneguhkan eksistensinya. Kasus ini membawa Huntington mulai membentuk gambaran pendapat bagi AS dalam menghadapi kondisi ini. Huntington mengutarakan argumen tentang peneguhan posisi AS untuk tetap menjadi main influance bagi sistem internasional. Beberapa cara yang dilakukan, diantaranya mereafirmasi identitasnya sebagai sebuah negara Barat dengan mengembangkan multikulturalisme sebagai basic home. Kemudian mengadopsi kebijakan-kebijakan sebagai entuk kebijakan kerja sama dengan negara-negara Eropa sebagai partnernya. Selain itu, AS juga bisa meningkatkan kepentingan dan nilai-nilai-nya dalam masyarakat yang unik dan dengan background berbeda dalam bentuk sisi multikulturalisme. Kondisi ini bisa dilihat di sektor culture shape people, yang menyatakan bahwa the cultural continuity must somehow be combined with close attention to useful new idea, practices and technologies from near and far. Contoh nyata bisa dilihat di ranah reliji dan sekulerisme yang saling bertentangan. Contoh lain ada di Islam & Christian Protestant, dimana agama memainkan bagian penting dalam level internasional.

Referensi.

Huntington, Samuel P. 1996. The Fading of the West: Power, Culture and Indigenisation. dalam the Clash of Civilization and the Remaking of World Order. London: Touchstone Books. pp. 81-101

No comments:

Post a Comment